Definisi PDB(Produk Domestik Bruto)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Analisa Mekanisme (kinerja) Ekonomi Nasional berdasar PDB melalui 3 pendekatan,yaitu :
1. Pendekatan Produksi
2. Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan
3. Pendekatan Pendapatan
1.Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai tambah (value added) dari semua sektor produksi. Lalu, besarnya nilai produksi diperoleh dari mana ?
Besarnya nilai produksi (angka-angka PDB) diperoleh dari :
nilai tambah (value added) dari berbagai jenis barang & jasa ! yaitu sesuai dengan ISIC (International Standard Industrial Classification)
sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi 11 sektor industri, yg biasanya terbagi mjd 3 kelompok besar :
1.Sektor Primer
2.Sektor Sekunder
3.Sektor Tersier
Besarnya ‘value added’ tiap sektor, yi : VAs = OPs - IPs
Sedangkan nilai PDB-nya diperoleh dengan : PDB = VAsp + VAss + VAst
2.Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan
Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan permintaan akhir dari unit/komponen2 ekonomi, yaitu:
Konsumsi Rumah Tangga (RT)=C
Perusahaan, berupa investasi/pembentukan modal bruto =I
Pengeluaran Pemerintah (konsumsi/belanja pemerintah) =G
Expor – Impor =( X – M )
Dalam Keseimbangan Perekonomian Nasional, sering di formulasikan dalam persamaan sbb:
PDB = C + I + G + ( X – M)
3.Pendekatan Pendapatan
diperoleh dengan cara menghitung jumlah balas jasa bruto (blm dipotong pajak) / hasil dari faktor produksi yang digunakan
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
Rabu, 08 Desember 2010
Teori Abraham Maslow
Teori Motivasi Abraham Maslow Untuk Peningkatan Kinerja 1. PENDAHULUAN Setelah suatu perusahaan memperoleh tenaga kerja, melatih mereka, dan kemudian memberikan pengupahan yang layak dan adil, tugas pemimpin perusahaan (manajer) belum selesai. Dalam kenyataan, tidak selalu seseorang yang telah digaji cukup akan merasa puas dengan pekerjaannya. Banyak faktor (di samping gaji) yang menyebabkan orang merasa puas atau tidak puas bekerja pada suatu organisasi. Seorang manajer adalah orang yang bekerja dengan bantuan orang lain. Ia tidak menjalankan semua pekerjaan sendirian saja, melainkan mengarahkan orang lain dalam tim untuk melaksanakannya. Jika tugas yang diarahkan tidak dapat dilaksanakan oleh karyawannya, seorang manajer harus mengetahui sebab-sebabnya. Mungkin karyawan yang bersangkutan memang tidak kompeten di bidangnya, tetapi mungkin pula ia tidak mempunyai motivasi untuk bekerja dengan baik.
Dari kenyataan ini, penulis melihat bahwa motivasi merupakan unsur hakiki dalam integrasi antara pribadi individu (dalam hal ini karyawan perusahaan) dan tujuan organisasi. Dalam konteks ini, pemberian motivasi merupakan salah satu fungsi dan tugas dari seorang manajer. Ia harus mampu memotivasi individu-individu yang terlibat untuk dapat memberikan kinerja yang optimal demi pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana telah jelas dari judul makalah ini, teori yang dibahas di sini adalah teori motivasi tentang hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow. Dalam makalah ini, teori Maslow akan menjadi titik tolak dan landasan pemikiran bagi gagasan tentang penemuan motivasi untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi. Tidak disangkal bahwa dewasa ini muncul pelbagai kritik tentang validitas teori ini . Namun sebagai konsep dasar bagi pengenalan struktur pribadi individu dan pelbagai faktor yang mendorong orang melakukan sesuatu, teori ini masih bisa bergema keras. Stephen P. Robbins, dalam buku Perilaku Organisasi, menulis bahwa “meskipun dikritik habis-habisan…, agaknya [teori Maslow] masih merupakan penjelasan yang paling baik soal motivasi karyawan”. Teori-teori lain yang muncul setelah teori Maslow lebih merupakan penyempurnaan dan penyesuaian daripada penemuan suatu teori yang betul-betul baru. Dari telaah filosofis, dengan kelebihan maupun kelemahan teorinya, Maslow telah berhasil mencetuskan pemikiran yang amat bermanfaat. Kelebihan dari teorinya jelas memberikan sumbangan besar dalam pengetahuan tentang motivasi dan kepribadian manusia. Dan kelemahan teorinya serta-merta tetap berguna karena telah memberikan atau memancing feedback bagi pemikir-pemikir selanjutnya untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Berhubung tulisan ini merupakan makalah kecil, maka penulis perlu membuat pembatasan tema. Untuk mencegah perluasan pembahasan yang terlalu jauh, penulis membatasi diri pada pembahasan teori Maslow tentang motivasi.
Teori-teori lain, seperti teori X dan Y dari McGregor, Motivasi Higiene dari Herzberg, teori ERG dari Alderfer, dan lain-lain, dirujuk dan dibahas sesekali hanya sebagai pembanding dan pelengkap argumen.
2. TEORI ABRAHAM MASLOW TENTANG MOTIVASI
2.1 Terminologi “Motivasi” Apa itu “motivasi”? Ditinjau dari etimologinya, “motivasi” berasal dari kata Latin motivus atau motum yang berarti menggerakkan atau memindahkan. Dari asal-usul kata ini, Lorens Bagus, dalam Kamus Filsafat, mengartikan motivasi atau motif sebagai dorongan sadar dari suatu tindakan untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia. Motivasi memainkan peranan penting dalam menilai tindakan manusia, karena pada motif-motif itulah terkandung arti subyektif dari tindakan tertentu bagi orang tertentu. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan motivasi sebagai “usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya”. Menurut Stephen P. Robbins, motivasi adalah “proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran”. Tiga kata kunci dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (yang mengandaikan berlangsung lama). Intensitas dimaksudkan seberapa keras seseorang berusaha. Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik, intensitas (setinggi apa pun) harus mempunyai arah yang menguntungkan organisasi. Dan akhirnya, intensitas dan arah yang telah dimiliki harus diterapkan secara tekun dan berlangsung lama. Inilah ukuran sejauh mana orang dapat mempertahankan usahanya. Individu yang termotivasi akan tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Sebaliknya, seseorang yang tidak termotivasi hanya akan memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi kiranya merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja individu dalam organisasi. Dengan kata lain, motivasi merupakan salah satu determinan penting bagi kinerja individual di samping variabel determinan lain misalnya kemampuan orang yang bersangkutan dan atau pengalaman kerja sebelumnya.
2.2 Sekilas Tentang Abraham Maslow Abraham Maslow dilahirkan pada tahun 1908 dalam keluarga imigran Rusia-Yahudi di Brooklyn, New York. Ia seorang yang pemalu, neurotik, dan depresif namun memiliki rasa ingin tahu yang besar dan kecerdasan otak yang luar biasa. Dengan IQ 195, ia unggul di sekolah. Ketika beranjak remaja, Maslow mulai mengagumi karya para filsuf seperti Alfred North Whitehead, Henri Bergson, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Plato, dan Baruch Spinoza. Di samping berkutat dalam kegiatan kognitif, ia juga mempunyai banyak pengalaman praktis. Ia bekerja sebagai pengantar koran dan menghabiskan liburan dengan bekerja pada perusahaan keluarga. Maslow hidup dalam zaman di mana bermunculan banyak aliran psikologi yang baru tumbuh sebagai disiplin ilmu yang relatif muda. Di Amerika William James mengembangkan Fungsionalisme, Psikologi Gestalt berkembang di Jerman, Sigmund Freud berjaya di Wina, dan John B. Watson mempopulerkan Behaviorisme di Amerika. Ketika pada tahun 1954 Maslow menerbitkan bukunya yang berjudul Motivation and Personality, dua teori yang sangat populer dan berpengaruh di universitas-universitas Amerika adalah Psikoanalisia Sigmund Freud dan Behaviorisme John B. Watson. Dalam ranah psikologi, Psikoanalisa Freud dianggap mazhab (force) pertama. Sedangkan Behaviorisme disebut mazhab kedua. Agaknya Maslow (kendati pernah mengagumi kedua aliran tersebut) mempunyai prinsip yang berbeda. Sampel penelitian Freud adalah pasien-pasien neurotis dan psikotis di kliniknya. Pertanyaan kita adalah: bagaimana kesimpulan dari sampel orang-orang yang terganggu jiwanya dapat diterapkan pada orang-orang pada umumnya (yang sehat mental). Maslow mempunyai prinsip bahwa sebelum mengerti penyakit mental, orang harus terlebih dahulu memahami kesehatan mental. Di kutub lain, kaum Behavioris menghimpun data dari penelitian atas binatang seperti burung merpati dan tikus putih. Maslow melihat bahwa kesimpulan mereka bisa jadi berlaku bagi ikan, katak, atau tikus, tetapi tidak untuk bangsa manusia. Berlawanan secara radikal dengan kedua aliran tersebut, Maslow mencari sampel pada manusia-manusia yang dalam masyarakat dilihat sebagai “tokoh”. Ia melibatkan penelitiannya terhadap tujuh tokoh modern dan sembilan tokoh sejarah: Abraham Lincoln dan Thomas Jefferson (presiden AS), Eleanor Roosevelt (First Lady yang dermawan), Jane Addams (pelopor pekerja sosial), William James (psikolog), Albert Schweitzer (dokter dan humanis), Aldous Huxley (penulis), dan Baruch Spinoza (filsuf). Penyelidikan tentang tokoh-tokoh ini (dan yang lainnya) -kebiasaan, sifat, kepribadian, dan kemampuan mereka- telah mengantar Maslow sampai pada teori tentang kesehatan mental dan teori tentang motivasi pada manusia. Secara dialektis, tesis Freud dan antitesis Watson dkk. melahirkan sintesis Abraham Maslow. Oleh karena itu, Maslow menyebut teorinya sebagai mazhab ketiga.
2.3 Proposisi Maslow atas Teori Motivasi Sebelum menguraikan teori tentang Hirarki Kebutuhan, Maslow dalam karya masyhurnya, Motivation and Personality, memaparkan terlebih dahulu sejumlah proposisi yang harus diperhatikan sebelum seseorang menyusun sebuah teori motivasi yang sehat. Maslow mengakui sendiri bahwa sejumlah proposisi sangat benar dalam arti dapat diterima oleh banyak kalangan. Sejumlah proposisi lain barangkali kurang dapat diterima dan dapat diperdebatkan. Hal ini mencerminkan kelegowoan Maslow untuk tidak begitu saja memutlakkan teorinya. Berhubung teori ini berkenaan dengan manusia yang dinamis multidimensional, lumrah kiranya bahwa pandangan tertentu kurang universal. Berikut ini sejumlah proposisi awal untuk memahami jalan pikiran Maslow.
2.3.1 Individu sebagai Kesatuan Terpadu Maslow pertama-tama menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat. Maslow memberikan contoh: yang membutuhkan makanan bukanlah perut John Smith semata-mata, melainkan seluruh individu John Smith sebagai kesatuan. Dengan kata lain, makanan akan memuaskan rasa lapar John Smith, dan bukan rasa lapar pada perut John Smith.
2.3.2 Cara dan Tujuan Bila kita telisik keinginan dalam pengalaman sehari-hari, hal penting untuk disadari adalah pembedaan antara cara dan tujuan. Kebutuhan-kebutuhan biasanya lebih merupakan cara atau sarana bagi suatu tujuan dan bukan tujuan itu sendiri. Misalnya kita menginginkan atau membutuhkan uang agar dapat membeli mobil. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa kita menginginkan mobil karena para tetangga memilikinya dan kita tidak ingin merasa kurang daripada mereka. Rupanya ini soal harga diri dan kebutuhan untuk dihormati. Kita dapati bahwa ada gejala dan ada pula arti di balik gejala, yakni apa yang sesungguhnya menjadi tujuan yang lebih dasariah pada akhirnya. Intinya kita harus menemukan tujuan terdalam seseorang ketika menginginkan sesuatu bila tidak ingin terjatuh dalam pemuasan kebutuhan yang tidak tepat sasaran. Tujuan-tujuan lebih universal daripada cara-cara yang ditempuh untuk mencapainya. Karena faktor budaya, bisa saja tujuan yang sama, misalnya harga diri, dicapai individu dalam masyarakat tertentu dengan menjadi prajurit, dan dalam masyarakat yang lain dicapai dengan menjadi dokter. Karena perbedaan perilaku individu dalam pemuasan kebutuhan tersebut, orang seringkali membuat pembedaan atas tujuan yang sebetulnya sama. Meskipun beragam budaya, sebetulnya umat manusia lebih banyak serupa daripada yang terlihat dan disangka banyak orang.
2.3.3 Motivasi Ganda Seseorang bisa jadi dapat menjelaskan motivasi tertentu yang mendasari perilakunya. Namun tidak jarang terdapat pula aneka motivasi lain yang barangkali tidak disadari dan dikira oleh individu itu. Satu gejala sekaligus dapat menggambarkan bermacam-macam keinginan yang berbeda-beda, bahkan juga kepentingan-kepentingan yang bertentangan satu sama lain. Teori motivasi yang sehat tidak boleh mengabaikan aspek kehidupan alam bawah sadar. Gejala psikopatologis kelumpuhan, misalnya, dapat menggambarkan dipenuhinya sekaligus keinginan akan balas dendam, dikasihani, dan dihormati. Jika gejala ini hanya dilihat sebagai gejala lahiriah tanpa menelaah kemungkinan keinginan atau motivasi bawah sadar, berarti kita telah semena-mena meniadakan kemungkinan untuk memahami seluruh perilaku dan keadaan motivasional seorang individu.
2.3.4 Tata Hubungan Motivasi Manusia adalah makhluk yang punya keinginan dan jarang mencapai keadaan puas sepenuhnya kecuali untuk waktu yang singkat. Apabila keinginan yang satu telah terpenuhi, keinginan lainnya akan timbul menggantikan keinginan sebelumnya. Jika keinginan itu pun terpenuhi, masih ada keinginan lainnya yang akan menyusul, dan begitu seterusnya. Kenyataan ini menuntut kita untuk menelaah tata hubungan semua motivasi satu sama lain. Pada saat yang sama, kita juga harus melepaskan unit-unit motivasi yang tersendiri untuk mencapai pengertian lebih luas yang dicari.
2.3.5 Tolak Daftar Dorongan Dikotomis Tidak ada gunanya membuat daftar dorongan-dorongan (stimulus) yang muncul. Dorongan-dorongan satu sama lain bukanlah hal-hal yang terpilah-pilah. Pendaftaran dorongan secara dikotomis mengabaikan sifat dinamis dari dorongan-dorongan itu, misalnya bahwa segi-segi kesadaran dan ketidaksadaran mungkin berbeda-beda, atau bahwa suatu keinginan tertentu sebenarnya dapat merupakan suatu saluran bagi pengungkapan berbagai keinginan lainnya, dan sebagainya. Pada kenyataannya, dorongan-dorongan juga tidak mengelompokkan diri secara aritmetik dan tersendiri dengan ciri-ciri tersendiri. Biasanya terdapat suatu tumpang-tindih, sehingga hampir tidak mungkin secara jelas dan tajam memisahkan dorongan yang satu dari yang lain.
2.3.6 Lingkungan Aspek yang satu ini tidak boleh dilupakan. Setiap teori motivasi dengan sendirinya harus memperhitungkan fakta pengaruh lingkungan. Motivasi manusia jarang mewujudkan diri dalam suatu perilaku yang lepas dari situasi dan dengan orang-orang lain. Namun pengakuan akan pengaruh situasi lingkungan hendaknya tidak berlebihan, karena pusat telaah kita tetaplah organisme atau struktur watak dari individu. Teori motivasi yang sehat harus mempertimbangkan situasi, tetapi jangan terjebak ke dalam teori situasi murni. Telaah tentang motivasi jangan meniadakan atau menyangkal telaah tentang penentu-penentu situasional. Di lain sisi, telaah motivasi jangan pula melupakan sifat intrinsik organisme demi kepentingan pemahaman dunia di mana organisme itu hidup.
2.3.7 Kemungkinan Mencapai Hasil Maslow, sebagaimana juga J. Dewey dan Thorndike, menekankan aspek motivasi yang sering diabaikan kebanyakan psikolog, yakni kemungkinan. Pada umumnya secara sadar kita mendambakan apa yang menurut pikiran kita dapat dicapai. Bila penghasilan seseorang bertambah, ia sadar bahwa dirinya secara aktif mengharapkan untuk memperoleh hal-hal yang diidamkan beberapa tahun sebelumnya. Bila rata-rata orang mendambakan mobil dan rumah, hal itu lumrah dan merupakan kemungkinan yang nyata. Mereka tidak mendambakan pesawat jet atau kapal pesiar karena barang-barang itu ada di luar jangkauan rata-rata kemampuannya. Mungkin sekali bahwa secara tidak sadar pun ia tidak mendambakannya. Faktor kemungkinan untuk mencapai hasil ini penting diperhatikan dalam usaha memahami perbedaan motivasi di antara berbagai kelas dalam masyarakat atau antara individu-individu dari negara atau kebudayaan yang berbeda-beda.
2.3.8 Pengetahuan Mengenai Motivasi Sehat Proposisi ini merupakan nilai lebih dari pandangan Maslow dibandingkan dengan kedua mazhab psikologi sebelumnya. Boleh dikatakan bahwa hal berikut merupakan kritik Maslow atas sampel penelitian mereka. Menurut Maslow, sebagian besar ahli motivasi mendapatkan data dari para psikoterapis yang sedang merawat pasien. Pasien-pasien itu merupakan sumber kekeliruan yang besar karena mereka merupakan contoh yang kurang baik dari suatu populasi. Sebagai asas sekali pun, kehidupan motivasional para penderita gangguan emosi harus ditolak sebagai contoh bagi motivasi sehat. Teori motivasi yang sehat sepatutnya merupakan kesimpulan dari penelitian atas orang-orang yang sehat pula. Oleh karena itu, sampel penelitian Maslow adalah orang-orang yang ternama dalam sejarah manusia.
2.4 Teori Motivasi Abraham Maslow: Hirarki Kebutuhan Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler. Bagaimana identifikasi atas tiap kebutuhan di atas dan dampaknya terhadap motivasi yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi akan dijelaskan dalam berikutnya.
3. IDENTIFIKASI HIRARKI KEBUTUHAN DAN APLIKASI MANAJEMEN
3.1 Kebutuhan Fisiologis
3.1.1 Identifikasi Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia. Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
3.1.2 Aplikasi Manajemen Pertama-tama harus selalu diingat bahwa bagi orang yang sangat kelaparan, tidak ada perhatian lain kecuali makanan. Seorang pemimpin atau manajer jangan berharap terlalu banyak dari karyawan yang kelaparan. Berbeda dari kebutuhan-kebutuhan tingkat berikutnya, kebutuhan pokok ini hanya bisa dipenuhi oleh pemicu kekurangannya. Rasa lapar hanya dapat dipuaskan dengan makanan. Jangan berharap bahwa nasihat dan petuah saleh dapat memuaskannya. Maslow menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat kelaparan atau kehausan, utopia dapat dirumuskan sebagai suatu tempat yang penuh makanan dan minuman. Ia cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya. Orang seperti itu hanya hidup untuk makan saja. Untuk memotivasi kinerja karyawan seperti ini, tentu saja makanan solusinya. Tunjangan ekstra untuk konsumsi akan lebih menggerakkan semangat kerja orang seperti ini dibandingkan dengan nasehat tentang integritas individu dalam organisasi. Elton Mayo dari Harvard Graduate School of Business Administration pada tahun 1923 melakukan penelitian di sebuah pabrik tekstil di Philadelphia. Ia ingin menemukan penyebab terjadinya pergantian tenaga kerja yang terlalu sering di salah satu bagian produksi di mana pekerjaan yang dilakukan lumayan sukar dan monoton. Ia bertolak dari asumsi kelelahan tenaga kerja dan kebutuhan akan waktu istirahat. Maka ia menjadwalkan serangkaian waktu istirahat. Para karyawan diminta bekerja sama dalam menetapkan jadwal. Hasil yang diperoleh cukup fantastis: pergantian karyawan menurun drastis, produktivitas meningkat, dan semangat kerja menjadi lebih baik. Mayo secara tepat menemukan apa yang dibutuhkan karyawan, yakni waktu istirahat dan penghargaan diri karena memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang biasanya menjadi monopoli pimpinan perusahaan. Dengan satu panah, Mayo membidik dua burung; dua kebutuhan terpenuhi dalam waktu yang sama.
3.2 Kebutuhan Rasa Aman
3.2.1 Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
3.2.2 Aplikasi Manajemen Dalam konteks perilaku kinerja individu dalam organisasi, kebutuhan akan rasa aman menampilkan diri dalam perilaku preferensi individu akan dunia kerja yang adem-ayem, aman, tertib, teramalkan, taat-hukum, teratur, dapat diandalkan, dan di mana tidak terjadi hal-hal yang tak disangka-sangka, kacau, kalut, atau berbahaya. Untuk dapat memotivasi karyawannya, seorang manajer harus memahami apa yang menjadi kebutuhan karyawannya. Bila yang mereka butuhkan adalah rasa aman dalam kerja, kinerja mereka akan termotivasi oleh tawaran keamanan. Pemahaman akan tingkat kebutuhan ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa karyawan tertentu tidak suka inovasi baru dan cenderung meneruskan apa yang telah berjalan. Atau dipakai untuk memahami mengapa orang tertentu lebih berani menempuh resiko, sedangkan yang lain tidak. Dalam organisasi, kita seringkali mendapati perilaku individu yang berusaha mencari batas-batas perilaku yang diperkenankan (permisible behavior). Ia menginginkan kebebasan dalam batas tertentu daripada kebebasan yang tanpa batas. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri dapat mempunyai perasaan terancam. Agaknya ia akan berupaya untuk menemukan batas-batas seperti itu, sekalipun pada saat-saat tertentu, ia harus berperilaku dengan cara-cara yang tidak dapat diterima. Para manajer dapat mengakomodasi kebutuhan akan rasa aman dalam organisasi dengan jalan membentuk dan memaksakan standar-standar perilaku yang jelas. Penting dicatat juga bahwa perasaan manusia tentang keamanan juga terancam apabila ia merasa tergantung pada pihak lain. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan kepastian bila tanpa sengaja melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki. Individu yang berada dalam hubungan dependen seperti itu akan merasa bahwa kebutuhan terbesarnya adalah jaminan dan proteksi. Hampir setiap individu dalam tingkat kebutuhan ini akan menginginkan ketenteraman, supervisi, dan peluang kerja yang bersinambung. Dewasa ini marak wacana adanya kemungkinan para karyawan di-PHK karena faktor teknologi yang berkembang. Dalam situasi ini, manajer dapat memotivasi karyawan dengan jalan memberikan suatu jaminan kepastian jabatan (job-security-pledge).
3.3 Kebutuhan Sosial
3.3.1 Identifikasi Kebutuhan Sosial Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
3.3.2 Aplikasi Manajemen Individu dalam organisasi menginginkan dirinya tergolong pada kelompok tertentu. Ia ingin berasosiasi dengan rekan lain, diterima, berbagi, dan menerima sikap persahabatan dan afeksi. Walaupun banyak manajer dewasa ini memahami adanya kebutuhan demikian, kadang mereka secara keliru menganggapnya sebagai ancaman bagi organisasi mereka sehingga tindakan-tindakan mereka disesuaikan dengan pandangan demikian. Organisasi atau perusahaan yang terlalu tajam dan jelas membedakan posisi pimpinan dan bawahan seringkali mengabaikan kebutuhan karyawan akan rasa memiliki (sense of belonging). Seharusnya karyawan pada level kebutuhan ini dimotivasi untuk memiliki rasa memiliki atas misi dan visi organisasi dan menyatukan ambisi personal dengan ambisi organisasi. Antara pengembangan pribadi dan organisasi mempunyai hubungan resiprok yang hasilnya dirasakan secara timbal balik. Dalam ranah Perilaku Organisasi, kita kenal apa yang disebut manajemen konflik. Berbeda dari pandangan tradisional yang melihat konflik secara negatif, terdapat pandangan interaksionis yang melihat konflik tidak hanya sebagai kekuatan positif dalam kelompok namun juga sangat diperlukan agar kelompok berkinerja efektif. Konflik bisa baik atau buruk tergantung pada tipenya. Tanpa bermaksud menolak atau mendukung salah satu pandangan, dapat dikatakan bahwa potensi konflik dalam organisasi selain mengganggu rasa aman juga dapat menciptakan alienasi yang mengakibatkan disorientasi. Potensi mobilitas yang berlebihan yang umumnya dipaksakan oleh industrialisasi mengancam tercabutnya rasa kerasan dalam kelompok kerja, tantangan untuk adaptasi dalam kelompok baru dan asing, dan akhirnya menimbulkan kebutuhan akan rasa memiliki dan aneka kebutuhan yang masuk dalam hirarki tahap ini.
3.4 Kebutuhan akan Penghargaan
3.4.1 Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
3.4.2 Aplikasi Manajemen Tidak jarang ditemukan pekerja di level manajerial memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ada apa gerangan? Apakah kompensasi gajinya tidak memuaskannya? Ternyata tidak selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu dalam organisasi. Dari semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang menyandarkan peningkatan kinerja karyawan mereka pada aspek finansial, tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Benar bahwa uang adalah salah satu alat motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan persepsi nilai setiap karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi tertentu barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja. Ketimbang uang, individu pada level ini lebih membutuhkan tantangan yang dapat mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa sejumlah top manajer tiba-tiba mengundurkan diri ketika merasa tidak ada lagi tantangan dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampaui orang lain boleh dikatakan sebagai sifat universal manusia. Kebutuhan akan penghargaan ini jika dikelola dengan tepat dapat menimbulkan kinerja organisasi yang luar biasa. Tidak seperti halnya kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna. Sebagai bagian dari sebuah pendekatan yang lebih konstruktif, manajemen partisipatif dan program-program umpan balik positif (positive feedback programs) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Pendelegasian otonomi dan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawan telah terbukti efektif untuk memotivasi kinerja dan performa yang lebih baik. Keberhasilan eksperimen Mayo seperti telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa penghargaan finansial terbukti tidak selamanya seefektif penghargaan psikis. Masalahnya, banyak manajer seringkali lupa atau berpikir banyak kali untuk memberikan pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi karyawan, dan sebaliknya tanpa pikir dua kali untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk bawahannya. Pakar kepemimpinan, William Cohen, mengatakan bahwa jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang baik untuk memberikan pengakuan kepada prestasi kerja dalam organisasi. Pengakuan merupakan salah satu motivator manusia yang paling kuat. Psikolog terkenal, B.F. Skinner menambahkan bahwa untuk mendapat motivasi maksimum, orang harus memuji secepat mungkin setelah tampak perilaku yang pantas mendapat pujian. Bahkan Napoleon Bonaparte terkejut menyaksikan kekuatan pengakuan sebagai motivator. Setelah tahu bahwa para prajuritnya bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan medali yang diberikannya, Napoleon berseru: “Sungguh menakjubkan apa yang akan dilakukan orang untuk barang sepele seperti itu.”
3.5 Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
3.5.1 Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori
3.5.2 Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.
4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.
6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.
12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib.
Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.
3.5.3 Aplikasi Manajemen Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.
3.5.4 Teori-teori Motivasi Komplementer Dari sudut pandang filosofis, tidak ada teori dalam sejarah yang tak berguna. Gagasan “selemah” apa pun tetap dapat menjadi titik tolak atau pancingan untuk melahirkan ide yang lebih baik dan lengkap. Dalam sejarah, pandangan muskil geosentris yang melihat bumi sebagai pusat tata surya telah memancing teori yang benar: heliosentris dari Copernicus. Tidak mengherankan muncul sebuah istilah teknis: “pembalikan kopernikan” untuk menyatakan suatu terobosan gagasan yang menjungkirbalikkan suatu pandangan sebelumnya. Bagian ini tidak dimaksudkan untuk mengusulkan suatu teori motivasi yang baru. Tetapi apa yang akan diuraikan berikut menyiratkan bahwa dewasa ini tidak ada satu pun teori motivasional tunggal yang dapat memecahkan segala pertanyaan tentang motivasi karyawan. Oleh karena itu perpaduan berbagai teori motivasional dalam bagian ini akan memperlihatkan bagaimana teori-teori tersebut saling melengkapi (komplementer) dan kapan sebaiknya diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi. Pertanyaan yang paling banyak diajukan sehubungan dengan tema motivasi adalah: “Bagaimana saya dapat memotivasi karyawan saya?” Untuk menjawab masalah ini, ada empat hal yang harus digali, yakni:
1. Apa yang secara intrinsik (batiniah) merangsang perilaku individu?
2. Imbalan (reward) apa yang dapat memuaskan kebutuhan individu?
3. Bagaimana menyesuaikan kebutuhan individu dengan imbalan (reward)?
4. Bagaimana caranya agar individu betah dalam organisasi? Untuk soal pertama, praktisi teori Maslow akan mengatakan tingkat kebutuhan terendah yang belum terpenuhi yang akan merangsang perilaku karyawan dalam organisasi.
David McClelland mengusulkan tiga motif kebutuhan, yakni: afiliasi (sama dengan kebutuhan sosial Maslow), kekuasaan (keinginan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain), dan pencapaian prestasi (keinginan untuk memenuhi kegiatan yang bernilai). McClelland tidak mengatakan bahwa ketiga motif itu berada dalam hirarki yang sama dalam diri setiap orang. Ia mengusulkan bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat menjadi dominan pada saat yang sama. Untuk soal kedua, McClelland telah melakukan banyak riset dan mengusulkan tiga jawaban, yakni:
1. Bagi individu yang memiliki motif afiliasi tinggi, sebaiknya diberi kesempatan untuk bertugas dalam kelompok yang dipilih sendiri. Kembangkanlah program kompensasi lebih berdasarkan kelompok daripada produktivitas individual.
2. Bagi individu dengan motif kekuasaan yang tinggi, sebaiknya diberi wewenang atas orang lain yang disesuaikan dengan derajat keterampilan yang mereka miliki.
3. Bagi individu dengan motif pencapaian prestasi yang tinggi, hendaknya ditentukan bersama dengan mereka sasaran dengan tingkat kesulitan yang sedang saja. Berikan tanggung jawab untuk menyelesaikan sasaran denga cara mereka sendiri dan pastikan bahwa mereka mendapatkan cukup pengetahuan tentang kemajuan mereka melalui sistem umpan balik yang baik. Pakar motivasi lain bernama Frederick Herzberg muncul untuk meneruskan karya Maslow. Herzberg mengumpulkan data mengenai sikap kerja karyawan di ratusan perusahaan. Dari riset itu, ia menarik kesimpulan bahwa individu mempunyai dua kategori kebutuhan yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja berbeda dan terpisah dari faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Kategori pertama disebut kebutuhan hygiene. Kebutuhan ini bila tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan kerja. Kebutuhan ini diandaikan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Faktor pemuas kebutuhan ini antara lain uang, status, perlakuan, dan keamanan. Kebutuhan kedua yang sungguh merupakan motivasi adalah pemuasan yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri. Jika ingin memotivasi orang pada pekerjaannya, Herzberg menyarankan untuk menekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya, misalnya: peluang promosi, pertumbuhan personal, pengakuan, tanggung jawab, dan prestasi. Pemuasan kategori pertama hanya berguna untuk mencegah ketidakpuasan kerja dan tidak dapat dipakai untuk menciptakan kepuasan kerja. Bagi Herzberg, ketiadaan ketidakpuasan belum tentu berarti ada kepuasan. Untuk soal ketiga, Herzberg masih menawarkan konsep yang disebut pemerkayaan pekerjaan. Caranya adalah menanyakan kepada karyawan yang telah diperkaya pekerjaannya tentang fungsi manajemen apa yang kini dikerjakan oleh atasannya, yang ia sendiri ingin dan dapat mengerjakannya. Kemudian delegasikan fungsi itu kepadanya. Pemerkayaan pekerjaan ini mencakup sekaligus tambahan pekerjaan dan tanggung jawab yang bukan hanya diserahkan begitu saja.
Metode lain yang sangat populer dalam menjawab soal ketiga ini adalah yang disebut Manajemen Berdasarkan Tujuan (Management by Objectives/MBO). Metode ini menawarkan empat langkah yang harus ditempuh, yakni:
1. Menetapkan sasaran bersama-sama. Di sini manajer meminta setiap karyawan untuk menentukan sasaran yang ingin ia capai dalam jangka tertentu. Manajer sendiri secara terpisah juga mengidentifikasi sasaran yang harus dicapai karyawannya. Kemudian kedua versi sasaran dipertemukan untuk disusun daftar gabungan.
2. Merencanakan tindakan. Manajer dan karyawan berembug untuk merumuskan tindakan apa yang akan dipakai untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Di sini manajer tentu dapat berperan lebih untuk merumuskan tindakan-tindakan strategik. Namun cara penyampaian harus sedemikian rupa sehingga hasil rembukan tetap tampak sebagai hasil kerja sama. Jika orang merasa dihargai, maka mereka akan mengumpulkan banyak energi untuk melaksanakan pekerjaaannya.
3. Penerapan. Langkah ini meliputi pelaksanaan dari tindakan yang telah direncanakan untuk mencapai sasaran yang telah disetujui bersama.
4. Pengkajian. Pada akhir jangka waktu pelaksanaan, adakan pertemuan dengan karyawan untuk membandingkan sasaran yang direncanakan dengan hasil nyata yang tercapai.
Bila sasaran tercapai, karyawan patut diberi penghargaan yang memadai. Jika tidak tercapai, penting untuk dicari sebab-sebab masalahnya. Metode MBO mengandung filosofi manajemen yang berasumsi bahwa ada daya tarik nyata dalam individu jika mereka menentukan sendiri sasaran kerjanya. Kekuatan utama terletak dalam sasaran yang disusunya, bukan pada atasan. Untuk menjawab soal terakhir, kita menuju teori yang disebut teori Penguatan (reinforcement theory) yang telah berkembang menjadi strategi bernama Modifikasi Perilaku. Teori ini berseberangan dengan MBO. MBO merupakan pendekatan kognitif yang menekankan bahwa sasaran individu mengarahkan tindakannya. Sedangkan dalam teori Penguatan, kita mempunyai pendekatan perilaku (behavioristik), yang melihat penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Teori ini menawarkan tiga langkah, yakni:
1. Menetapkan sasaran. Ini sama dengan langkah pertama MBO. Teori Penguatan menggarisbawahi bahwa sasaran haruslah dapat diukur.
2. Memberi umpan balik. Langkah ini harus diambil secara efektif oleh manajer. Teori ini menekankan bahwa setiap saat yang diinginkan, karyawan sebaiknya tahu bagaimana kemajuan mereka menuju sasaran, tindakan untuk mengoreksi diri dapat diambil secepat mungkin.
3. Memberikan imbalan tepat waktu. Imbalan yang dalam praktek terbukti paling penting tetapi juga paling tidak dimanfaatkan oleh manajer, adalah pengakuan.
Sudah sering terdengar keluhan karyawan bahwa manajer mereka seakan tidak tidak tahu semua hal baik yang telah dikerjakan mereka. Tetapi begitu ada kesalahan, mereka langsung mendapat kritik atau celaan. Dalam jangka pendek, celaan mungkin dapat menjadi motivator sementara. Tetapi biasanya celaan cenderung memiliki sejumlah konsekuensi disfungsional bagi organisasi dalam jangka panjang. Orang butuh motivasi, bukan celaan. Jika manajer mengharapkan karyawan untuk tidak suka bekerja untuknya dan dengan demikian menghindari semua tanggung jawab, maka pola kepemimpinan yang sangat memaksa dan mengendalikan yang kemungkinan diterapkan oleh manajer, akan menciptakan ramalan pemenuhan-diri, di mana pekerja akan termotivasi melakukan pekerjaan seminim mungkin. Sebaliknya, jika manajer mengharapkan karyawan mereka untuk mencari tanggung jawab dan mampu mengarahkan-diri ke sasaran yang mengandung imbalan, itu pun dapat menciptakan ramalan pemenuhan-diri. Inilah dugaan yang terkandung dalam Teori X dan Teori Y dari McGregor. Perangkat pengharapan terakhir, Teori Y, pada mulanya dikembangkan dari teori Hirarki Kebutuhan Maslow, dan sangat mendasari gagasan perkayaan pekerjaan dan MBO. Dari uraian di atas, tampak benang merah antara teori yang satu dengan yang lain. Semua teori motivasional ini saling melengkapi dan dapat dipergunakan sesuai dengan keperluan, situasi, dan kondisi organisasi yang bersangkutan.
4. KESIMPULAN: PRO DAN KONTRA TEORI ABRAHAM MASLOW Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Kebutuhan seorang buruh produksi harian dengan karyawan staff manajerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat meningkatkan performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas, kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita. Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. Dengan menelaah apa yang menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat sasaran, seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi berarti mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk dilaksanakan, kapan dan bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin melakukannya. Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak dilihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling tumpang tindih. Tidak bisa dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan orang dalam masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan dasariah mereka kendati belum dalam arti sepenuh-penuhnya. Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat kebutuhan terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh yang berarti pada motivasi. Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama. Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak. Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti riset. Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila ditinjau lebih khusus, evaluasi atau riset yang menghasilkan kesimpulan yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari pemahaman yang tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi, dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode dan aplikasi riset yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan oleh salah pengertian teori, atau penerapan buruk konsep motivasi yang baik. Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan. Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif. Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka. Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya, mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya. Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut ketika pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi. Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang membatasi semua teori tentang manusia. Seorang ilmuwan bernama Craig Pinder memberikan jalan tengah atas dua kubu pendapat yang pro-kontra sebagai berikut: “Teori Maslow tetap sangat populer di kalangan para manajer dan mereka yang mempelajari perilaku organisasi kendati tidak banyak studi yang secara resmi dapat mengkonfirmasi atau menolaknya…. Ada kemungkinan bahwa dinamika yang terimplikasi pada teori Maslow tentang kebutuhan bersifat terlalu kompleks untuk diterapkan dan dikonfirmasi oleh riset ilmiah. Jika demikian halnya, maka kita tidak pernah mungkin mendeterminasi berapa valid teori tersebut -atau secara tepat- aspek mana sajakah dari teori tersebut bersifat valid, dan aspek mana yang tidak valid.” Sekalipun tidak banyak riset yang secara jelas mendukung teori ini, kita tetap dapat menarik pelajaran berharga bagi para manajer. Khususnya dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi mungkin akan kehilangan potensi atau daya motivasionalnya. Oleh karena itu, sebagai implikasi atas teori ini, para manajer dianjurkan untuk memotivasi para karyawan mereka dengan jalan merancang program-program atau praktek-praktek yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang muncul atau kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi.
Dari kenyataan ini, penulis melihat bahwa motivasi merupakan unsur hakiki dalam integrasi antara pribadi individu (dalam hal ini karyawan perusahaan) dan tujuan organisasi. Dalam konteks ini, pemberian motivasi merupakan salah satu fungsi dan tugas dari seorang manajer. Ia harus mampu memotivasi individu-individu yang terlibat untuk dapat memberikan kinerja yang optimal demi pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana telah jelas dari judul makalah ini, teori yang dibahas di sini adalah teori motivasi tentang hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow. Dalam makalah ini, teori Maslow akan menjadi titik tolak dan landasan pemikiran bagi gagasan tentang penemuan motivasi untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi. Tidak disangkal bahwa dewasa ini muncul pelbagai kritik tentang validitas teori ini . Namun sebagai konsep dasar bagi pengenalan struktur pribadi individu dan pelbagai faktor yang mendorong orang melakukan sesuatu, teori ini masih bisa bergema keras. Stephen P. Robbins, dalam buku Perilaku Organisasi, menulis bahwa “meskipun dikritik habis-habisan…, agaknya [teori Maslow] masih merupakan penjelasan yang paling baik soal motivasi karyawan”. Teori-teori lain yang muncul setelah teori Maslow lebih merupakan penyempurnaan dan penyesuaian daripada penemuan suatu teori yang betul-betul baru. Dari telaah filosofis, dengan kelebihan maupun kelemahan teorinya, Maslow telah berhasil mencetuskan pemikiran yang amat bermanfaat. Kelebihan dari teorinya jelas memberikan sumbangan besar dalam pengetahuan tentang motivasi dan kepribadian manusia. Dan kelemahan teorinya serta-merta tetap berguna karena telah memberikan atau memancing feedback bagi pemikir-pemikir selanjutnya untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Berhubung tulisan ini merupakan makalah kecil, maka penulis perlu membuat pembatasan tema. Untuk mencegah perluasan pembahasan yang terlalu jauh, penulis membatasi diri pada pembahasan teori Maslow tentang motivasi.
Teori-teori lain, seperti teori X dan Y dari McGregor, Motivasi Higiene dari Herzberg, teori ERG dari Alderfer, dan lain-lain, dirujuk dan dibahas sesekali hanya sebagai pembanding dan pelengkap argumen.
2. TEORI ABRAHAM MASLOW TENTANG MOTIVASI
2.1 Terminologi “Motivasi” Apa itu “motivasi”? Ditinjau dari etimologinya, “motivasi” berasal dari kata Latin motivus atau motum yang berarti menggerakkan atau memindahkan. Dari asal-usul kata ini, Lorens Bagus, dalam Kamus Filsafat, mengartikan motivasi atau motif sebagai dorongan sadar dari suatu tindakan untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia. Motivasi memainkan peranan penting dalam menilai tindakan manusia, karena pada motif-motif itulah terkandung arti subyektif dari tindakan tertentu bagi orang tertentu. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan motivasi sebagai “usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya”. Menurut Stephen P. Robbins, motivasi adalah “proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran”. Tiga kata kunci dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (yang mengandaikan berlangsung lama). Intensitas dimaksudkan seberapa keras seseorang berusaha. Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik, intensitas (setinggi apa pun) harus mempunyai arah yang menguntungkan organisasi. Dan akhirnya, intensitas dan arah yang telah dimiliki harus diterapkan secara tekun dan berlangsung lama. Inilah ukuran sejauh mana orang dapat mempertahankan usahanya. Individu yang termotivasi akan tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Sebaliknya, seseorang yang tidak termotivasi hanya akan memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi kiranya merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja individu dalam organisasi. Dengan kata lain, motivasi merupakan salah satu determinan penting bagi kinerja individual di samping variabel determinan lain misalnya kemampuan orang yang bersangkutan dan atau pengalaman kerja sebelumnya.
2.2 Sekilas Tentang Abraham Maslow Abraham Maslow dilahirkan pada tahun 1908 dalam keluarga imigran Rusia-Yahudi di Brooklyn, New York. Ia seorang yang pemalu, neurotik, dan depresif namun memiliki rasa ingin tahu yang besar dan kecerdasan otak yang luar biasa. Dengan IQ 195, ia unggul di sekolah. Ketika beranjak remaja, Maslow mulai mengagumi karya para filsuf seperti Alfred North Whitehead, Henri Bergson, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Plato, dan Baruch Spinoza. Di samping berkutat dalam kegiatan kognitif, ia juga mempunyai banyak pengalaman praktis. Ia bekerja sebagai pengantar koran dan menghabiskan liburan dengan bekerja pada perusahaan keluarga. Maslow hidup dalam zaman di mana bermunculan banyak aliran psikologi yang baru tumbuh sebagai disiplin ilmu yang relatif muda. Di Amerika William James mengembangkan Fungsionalisme, Psikologi Gestalt berkembang di Jerman, Sigmund Freud berjaya di Wina, dan John B. Watson mempopulerkan Behaviorisme di Amerika. Ketika pada tahun 1954 Maslow menerbitkan bukunya yang berjudul Motivation and Personality, dua teori yang sangat populer dan berpengaruh di universitas-universitas Amerika adalah Psikoanalisia Sigmund Freud dan Behaviorisme John B. Watson. Dalam ranah psikologi, Psikoanalisa Freud dianggap mazhab (force) pertama. Sedangkan Behaviorisme disebut mazhab kedua. Agaknya Maslow (kendati pernah mengagumi kedua aliran tersebut) mempunyai prinsip yang berbeda. Sampel penelitian Freud adalah pasien-pasien neurotis dan psikotis di kliniknya. Pertanyaan kita adalah: bagaimana kesimpulan dari sampel orang-orang yang terganggu jiwanya dapat diterapkan pada orang-orang pada umumnya (yang sehat mental). Maslow mempunyai prinsip bahwa sebelum mengerti penyakit mental, orang harus terlebih dahulu memahami kesehatan mental. Di kutub lain, kaum Behavioris menghimpun data dari penelitian atas binatang seperti burung merpati dan tikus putih. Maslow melihat bahwa kesimpulan mereka bisa jadi berlaku bagi ikan, katak, atau tikus, tetapi tidak untuk bangsa manusia. Berlawanan secara radikal dengan kedua aliran tersebut, Maslow mencari sampel pada manusia-manusia yang dalam masyarakat dilihat sebagai “tokoh”. Ia melibatkan penelitiannya terhadap tujuh tokoh modern dan sembilan tokoh sejarah: Abraham Lincoln dan Thomas Jefferson (presiden AS), Eleanor Roosevelt (First Lady yang dermawan), Jane Addams (pelopor pekerja sosial), William James (psikolog), Albert Schweitzer (dokter dan humanis), Aldous Huxley (penulis), dan Baruch Spinoza (filsuf). Penyelidikan tentang tokoh-tokoh ini (dan yang lainnya) -kebiasaan, sifat, kepribadian, dan kemampuan mereka- telah mengantar Maslow sampai pada teori tentang kesehatan mental dan teori tentang motivasi pada manusia. Secara dialektis, tesis Freud dan antitesis Watson dkk. melahirkan sintesis Abraham Maslow. Oleh karena itu, Maslow menyebut teorinya sebagai mazhab ketiga.
2.3 Proposisi Maslow atas Teori Motivasi Sebelum menguraikan teori tentang Hirarki Kebutuhan, Maslow dalam karya masyhurnya, Motivation and Personality, memaparkan terlebih dahulu sejumlah proposisi yang harus diperhatikan sebelum seseorang menyusun sebuah teori motivasi yang sehat. Maslow mengakui sendiri bahwa sejumlah proposisi sangat benar dalam arti dapat diterima oleh banyak kalangan. Sejumlah proposisi lain barangkali kurang dapat diterima dan dapat diperdebatkan. Hal ini mencerminkan kelegowoan Maslow untuk tidak begitu saja memutlakkan teorinya. Berhubung teori ini berkenaan dengan manusia yang dinamis multidimensional, lumrah kiranya bahwa pandangan tertentu kurang universal. Berikut ini sejumlah proposisi awal untuk memahami jalan pikiran Maslow.
2.3.1 Individu sebagai Kesatuan Terpadu Maslow pertama-tama menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat. Maslow memberikan contoh: yang membutuhkan makanan bukanlah perut John Smith semata-mata, melainkan seluruh individu John Smith sebagai kesatuan. Dengan kata lain, makanan akan memuaskan rasa lapar John Smith, dan bukan rasa lapar pada perut John Smith.
2.3.2 Cara dan Tujuan Bila kita telisik keinginan dalam pengalaman sehari-hari, hal penting untuk disadari adalah pembedaan antara cara dan tujuan. Kebutuhan-kebutuhan biasanya lebih merupakan cara atau sarana bagi suatu tujuan dan bukan tujuan itu sendiri. Misalnya kita menginginkan atau membutuhkan uang agar dapat membeli mobil. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa kita menginginkan mobil karena para tetangga memilikinya dan kita tidak ingin merasa kurang daripada mereka. Rupanya ini soal harga diri dan kebutuhan untuk dihormati. Kita dapati bahwa ada gejala dan ada pula arti di balik gejala, yakni apa yang sesungguhnya menjadi tujuan yang lebih dasariah pada akhirnya. Intinya kita harus menemukan tujuan terdalam seseorang ketika menginginkan sesuatu bila tidak ingin terjatuh dalam pemuasan kebutuhan yang tidak tepat sasaran. Tujuan-tujuan lebih universal daripada cara-cara yang ditempuh untuk mencapainya. Karena faktor budaya, bisa saja tujuan yang sama, misalnya harga diri, dicapai individu dalam masyarakat tertentu dengan menjadi prajurit, dan dalam masyarakat yang lain dicapai dengan menjadi dokter. Karena perbedaan perilaku individu dalam pemuasan kebutuhan tersebut, orang seringkali membuat pembedaan atas tujuan yang sebetulnya sama. Meskipun beragam budaya, sebetulnya umat manusia lebih banyak serupa daripada yang terlihat dan disangka banyak orang.
2.3.3 Motivasi Ganda Seseorang bisa jadi dapat menjelaskan motivasi tertentu yang mendasari perilakunya. Namun tidak jarang terdapat pula aneka motivasi lain yang barangkali tidak disadari dan dikira oleh individu itu. Satu gejala sekaligus dapat menggambarkan bermacam-macam keinginan yang berbeda-beda, bahkan juga kepentingan-kepentingan yang bertentangan satu sama lain. Teori motivasi yang sehat tidak boleh mengabaikan aspek kehidupan alam bawah sadar. Gejala psikopatologis kelumpuhan, misalnya, dapat menggambarkan dipenuhinya sekaligus keinginan akan balas dendam, dikasihani, dan dihormati. Jika gejala ini hanya dilihat sebagai gejala lahiriah tanpa menelaah kemungkinan keinginan atau motivasi bawah sadar, berarti kita telah semena-mena meniadakan kemungkinan untuk memahami seluruh perilaku dan keadaan motivasional seorang individu.
2.3.4 Tata Hubungan Motivasi Manusia adalah makhluk yang punya keinginan dan jarang mencapai keadaan puas sepenuhnya kecuali untuk waktu yang singkat. Apabila keinginan yang satu telah terpenuhi, keinginan lainnya akan timbul menggantikan keinginan sebelumnya. Jika keinginan itu pun terpenuhi, masih ada keinginan lainnya yang akan menyusul, dan begitu seterusnya. Kenyataan ini menuntut kita untuk menelaah tata hubungan semua motivasi satu sama lain. Pada saat yang sama, kita juga harus melepaskan unit-unit motivasi yang tersendiri untuk mencapai pengertian lebih luas yang dicari.
2.3.5 Tolak Daftar Dorongan Dikotomis Tidak ada gunanya membuat daftar dorongan-dorongan (stimulus) yang muncul. Dorongan-dorongan satu sama lain bukanlah hal-hal yang terpilah-pilah. Pendaftaran dorongan secara dikotomis mengabaikan sifat dinamis dari dorongan-dorongan itu, misalnya bahwa segi-segi kesadaran dan ketidaksadaran mungkin berbeda-beda, atau bahwa suatu keinginan tertentu sebenarnya dapat merupakan suatu saluran bagi pengungkapan berbagai keinginan lainnya, dan sebagainya. Pada kenyataannya, dorongan-dorongan juga tidak mengelompokkan diri secara aritmetik dan tersendiri dengan ciri-ciri tersendiri. Biasanya terdapat suatu tumpang-tindih, sehingga hampir tidak mungkin secara jelas dan tajam memisahkan dorongan yang satu dari yang lain.
2.3.6 Lingkungan Aspek yang satu ini tidak boleh dilupakan. Setiap teori motivasi dengan sendirinya harus memperhitungkan fakta pengaruh lingkungan. Motivasi manusia jarang mewujudkan diri dalam suatu perilaku yang lepas dari situasi dan dengan orang-orang lain. Namun pengakuan akan pengaruh situasi lingkungan hendaknya tidak berlebihan, karena pusat telaah kita tetaplah organisme atau struktur watak dari individu. Teori motivasi yang sehat harus mempertimbangkan situasi, tetapi jangan terjebak ke dalam teori situasi murni. Telaah tentang motivasi jangan meniadakan atau menyangkal telaah tentang penentu-penentu situasional. Di lain sisi, telaah motivasi jangan pula melupakan sifat intrinsik organisme demi kepentingan pemahaman dunia di mana organisme itu hidup.
2.3.7 Kemungkinan Mencapai Hasil Maslow, sebagaimana juga J. Dewey dan Thorndike, menekankan aspek motivasi yang sering diabaikan kebanyakan psikolog, yakni kemungkinan. Pada umumnya secara sadar kita mendambakan apa yang menurut pikiran kita dapat dicapai. Bila penghasilan seseorang bertambah, ia sadar bahwa dirinya secara aktif mengharapkan untuk memperoleh hal-hal yang diidamkan beberapa tahun sebelumnya. Bila rata-rata orang mendambakan mobil dan rumah, hal itu lumrah dan merupakan kemungkinan yang nyata. Mereka tidak mendambakan pesawat jet atau kapal pesiar karena barang-barang itu ada di luar jangkauan rata-rata kemampuannya. Mungkin sekali bahwa secara tidak sadar pun ia tidak mendambakannya. Faktor kemungkinan untuk mencapai hasil ini penting diperhatikan dalam usaha memahami perbedaan motivasi di antara berbagai kelas dalam masyarakat atau antara individu-individu dari negara atau kebudayaan yang berbeda-beda.
2.3.8 Pengetahuan Mengenai Motivasi Sehat Proposisi ini merupakan nilai lebih dari pandangan Maslow dibandingkan dengan kedua mazhab psikologi sebelumnya. Boleh dikatakan bahwa hal berikut merupakan kritik Maslow atas sampel penelitian mereka. Menurut Maslow, sebagian besar ahli motivasi mendapatkan data dari para psikoterapis yang sedang merawat pasien. Pasien-pasien itu merupakan sumber kekeliruan yang besar karena mereka merupakan contoh yang kurang baik dari suatu populasi. Sebagai asas sekali pun, kehidupan motivasional para penderita gangguan emosi harus ditolak sebagai contoh bagi motivasi sehat. Teori motivasi yang sehat sepatutnya merupakan kesimpulan dari penelitian atas orang-orang yang sehat pula. Oleh karena itu, sampel penelitian Maslow adalah orang-orang yang ternama dalam sejarah manusia.
2.4 Teori Motivasi Abraham Maslow: Hirarki Kebutuhan Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler. Bagaimana identifikasi atas tiap kebutuhan di atas dan dampaknya terhadap motivasi yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi akan dijelaskan dalam berikutnya.
3. IDENTIFIKASI HIRARKI KEBUTUHAN DAN APLIKASI MANAJEMEN
3.1 Kebutuhan Fisiologis
3.1.1 Identifikasi Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia. Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
3.1.2 Aplikasi Manajemen Pertama-tama harus selalu diingat bahwa bagi orang yang sangat kelaparan, tidak ada perhatian lain kecuali makanan. Seorang pemimpin atau manajer jangan berharap terlalu banyak dari karyawan yang kelaparan. Berbeda dari kebutuhan-kebutuhan tingkat berikutnya, kebutuhan pokok ini hanya bisa dipenuhi oleh pemicu kekurangannya. Rasa lapar hanya dapat dipuaskan dengan makanan. Jangan berharap bahwa nasihat dan petuah saleh dapat memuaskannya. Maslow menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat kelaparan atau kehausan, utopia dapat dirumuskan sebagai suatu tempat yang penuh makanan dan minuman. Ia cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya. Orang seperti itu hanya hidup untuk makan saja. Untuk memotivasi kinerja karyawan seperti ini, tentu saja makanan solusinya. Tunjangan ekstra untuk konsumsi akan lebih menggerakkan semangat kerja orang seperti ini dibandingkan dengan nasehat tentang integritas individu dalam organisasi. Elton Mayo dari Harvard Graduate School of Business Administration pada tahun 1923 melakukan penelitian di sebuah pabrik tekstil di Philadelphia. Ia ingin menemukan penyebab terjadinya pergantian tenaga kerja yang terlalu sering di salah satu bagian produksi di mana pekerjaan yang dilakukan lumayan sukar dan monoton. Ia bertolak dari asumsi kelelahan tenaga kerja dan kebutuhan akan waktu istirahat. Maka ia menjadwalkan serangkaian waktu istirahat. Para karyawan diminta bekerja sama dalam menetapkan jadwal. Hasil yang diperoleh cukup fantastis: pergantian karyawan menurun drastis, produktivitas meningkat, dan semangat kerja menjadi lebih baik. Mayo secara tepat menemukan apa yang dibutuhkan karyawan, yakni waktu istirahat dan penghargaan diri karena memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang biasanya menjadi monopoli pimpinan perusahaan. Dengan satu panah, Mayo membidik dua burung; dua kebutuhan terpenuhi dalam waktu yang sama.
3.2 Kebutuhan Rasa Aman
3.2.1 Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
3.2.2 Aplikasi Manajemen Dalam konteks perilaku kinerja individu dalam organisasi, kebutuhan akan rasa aman menampilkan diri dalam perilaku preferensi individu akan dunia kerja yang adem-ayem, aman, tertib, teramalkan, taat-hukum, teratur, dapat diandalkan, dan di mana tidak terjadi hal-hal yang tak disangka-sangka, kacau, kalut, atau berbahaya. Untuk dapat memotivasi karyawannya, seorang manajer harus memahami apa yang menjadi kebutuhan karyawannya. Bila yang mereka butuhkan adalah rasa aman dalam kerja, kinerja mereka akan termotivasi oleh tawaran keamanan. Pemahaman akan tingkat kebutuhan ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa karyawan tertentu tidak suka inovasi baru dan cenderung meneruskan apa yang telah berjalan. Atau dipakai untuk memahami mengapa orang tertentu lebih berani menempuh resiko, sedangkan yang lain tidak. Dalam organisasi, kita seringkali mendapati perilaku individu yang berusaha mencari batas-batas perilaku yang diperkenankan (permisible behavior). Ia menginginkan kebebasan dalam batas tertentu daripada kebebasan yang tanpa batas. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri dapat mempunyai perasaan terancam. Agaknya ia akan berupaya untuk menemukan batas-batas seperti itu, sekalipun pada saat-saat tertentu, ia harus berperilaku dengan cara-cara yang tidak dapat diterima. Para manajer dapat mengakomodasi kebutuhan akan rasa aman dalam organisasi dengan jalan membentuk dan memaksakan standar-standar perilaku yang jelas. Penting dicatat juga bahwa perasaan manusia tentang keamanan juga terancam apabila ia merasa tergantung pada pihak lain. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan kepastian bila tanpa sengaja melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki. Individu yang berada dalam hubungan dependen seperti itu akan merasa bahwa kebutuhan terbesarnya adalah jaminan dan proteksi. Hampir setiap individu dalam tingkat kebutuhan ini akan menginginkan ketenteraman, supervisi, dan peluang kerja yang bersinambung. Dewasa ini marak wacana adanya kemungkinan para karyawan di-PHK karena faktor teknologi yang berkembang. Dalam situasi ini, manajer dapat memotivasi karyawan dengan jalan memberikan suatu jaminan kepastian jabatan (job-security-pledge).
3.3 Kebutuhan Sosial
3.3.1 Identifikasi Kebutuhan Sosial Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
3.3.2 Aplikasi Manajemen Individu dalam organisasi menginginkan dirinya tergolong pada kelompok tertentu. Ia ingin berasosiasi dengan rekan lain, diterima, berbagi, dan menerima sikap persahabatan dan afeksi. Walaupun banyak manajer dewasa ini memahami adanya kebutuhan demikian, kadang mereka secara keliru menganggapnya sebagai ancaman bagi organisasi mereka sehingga tindakan-tindakan mereka disesuaikan dengan pandangan demikian. Organisasi atau perusahaan yang terlalu tajam dan jelas membedakan posisi pimpinan dan bawahan seringkali mengabaikan kebutuhan karyawan akan rasa memiliki (sense of belonging). Seharusnya karyawan pada level kebutuhan ini dimotivasi untuk memiliki rasa memiliki atas misi dan visi organisasi dan menyatukan ambisi personal dengan ambisi organisasi. Antara pengembangan pribadi dan organisasi mempunyai hubungan resiprok yang hasilnya dirasakan secara timbal balik. Dalam ranah Perilaku Organisasi, kita kenal apa yang disebut manajemen konflik. Berbeda dari pandangan tradisional yang melihat konflik secara negatif, terdapat pandangan interaksionis yang melihat konflik tidak hanya sebagai kekuatan positif dalam kelompok namun juga sangat diperlukan agar kelompok berkinerja efektif. Konflik bisa baik atau buruk tergantung pada tipenya. Tanpa bermaksud menolak atau mendukung salah satu pandangan, dapat dikatakan bahwa potensi konflik dalam organisasi selain mengganggu rasa aman juga dapat menciptakan alienasi yang mengakibatkan disorientasi. Potensi mobilitas yang berlebihan yang umumnya dipaksakan oleh industrialisasi mengancam tercabutnya rasa kerasan dalam kelompok kerja, tantangan untuk adaptasi dalam kelompok baru dan asing, dan akhirnya menimbulkan kebutuhan akan rasa memiliki dan aneka kebutuhan yang masuk dalam hirarki tahap ini.
3.4 Kebutuhan akan Penghargaan
3.4.1 Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
3.4.2 Aplikasi Manajemen Tidak jarang ditemukan pekerja di level manajerial memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ada apa gerangan? Apakah kompensasi gajinya tidak memuaskannya? Ternyata tidak selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu dalam organisasi. Dari semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang menyandarkan peningkatan kinerja karyawan mereka pada aspek finansial, tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Benar bahwa uang adalah salah satu alat motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan persepsi nilai setiap karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi tertentu barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja. Ketimbang uang, individu pada level ini lebih membutuhkan tantangan yang dapat mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa sejumlah top manajer tiba-tiba mengundurkan diri ketika merasa tidak ada lagi tantangan dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampaui orang lain boleh dikatakan sebagai sifat universal manusia. Kebutuhan akan penghargaan ini jika dikelola dengan tepat dapat menimbulkan kinerja organisasi yang luar biasa. Tidak seperti halnya kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna. Sebagai bagian dari sebuah pendekatan yang lebih konstruktif, manajemen partisipatif dan program-program umpan balik positif (positive feedback programs) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Pendelegasian otonomi dan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawan telah terbukti efektif untuk memotivasi kinerja dan performa yang lebih baik. Keberhasilan eksperimen Mayo seperti telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa penghargaan finansial terbukti tidak selamanya seefektif penghargaan psikis. Masalahnya, banyak manajer seringkali lupa atau berpikir banyak kali untuk memberikan pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi karyawan, dan sebaliknya tanpa pikir dua kali untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk bawahannya. Pakar kepemimpinan, William Cohen, mengatakan bahwa jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang baik untuk memberikan pengakuan kepada prestasi kerja dalam organisasi. Pengakuan merupakan salah satu motivator manusia yang paling kuat. Psikolog terkenal, B.F. Skinner menambahkan bahwa untuk mendapat motivasi maksimum, orang harus memuji secepat mungkin setelah tampak perilaku yang pantas mendapat pujian. Bahkan Napoleon Bonaparte terkejut menyaksikan kekuatan pengakuan sebagai motivator. Setelah tahu bahwa para prajuritnya bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan medali yang diberikannya, Napoleon berseru: “Sungguh menakjubkan apa yang akan dilakukan orang untuk barang sepele seperti itu.”
3.5 Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
3.5.1 Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori
3.5.2 Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.
4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.
6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.
12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib.
Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.
3.5.3 Aplikasi Manajemen Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.
3.5.4 Teori-teori Motivasi Komplementer Dari sudut pandang filosofis, tidak ada teori dalam sejarah yang tak berguna. Gagasan “selemah” apa pun tetap dapat menjadi titik tolak atau pancingan untuk melahirkan ide yang lebih baik dan lengkap. Dalam sejarah, pandangan muskil geosentris yang melihat bumi sebagai pusat tata surya telah memancing teori yang benar: heliosentris dari Copernicus. Tidak mengherankan muncul sebuah istilah teknis: “pembalikan kopernikan” untuk menyatakan suatu terobosan gagasan yang menjungkirbalikkan suatu pandangan sebelumnya. Bagian ini tidak dimaksudkan untuk mengusulkan suatu teori motivasi yang baru. Tetapi apa yang akan diuraikan berikut menyiratkan bahwa dewasa ini tidak ada satu pun teori motivasional tunggal yang dapat memecahkan segala pertanyaan tentang motivasi karyawan. Oleh karena itu perpaduan berbagai teori motivasional dalam bagian ini akan memperlihatkan bagaimana teori-teori tersebut saling melengkapi (komplementer) dan kapan sebaiknya diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi. Pertanyaan yang paling banyak diajukan sehubungan dengan tema motivasi adalah: “Bagaimana saya dapat memotivasi karyawan saya?” Untuk menjawab masalah ini, ada empat hal yang harus digali, yakni:
1. Apa yang secara intrinsik (batiniah) merangsang perilaku individu?
2. Imbalan (reward) apa yang dapat memuaskan kebutuhan individu?
3. Bagaimana menyesuaikan kebutuhan individu dengan imbalan (reward)?
4. Bagaimana caranya agar individu betah dalam organisasi? Untuk soal pertama, praktisi teori Maslow akan mengatakan tingkat kebutuhan terendah yang belum terpenuhi yang akan merangsang perilaku karyawan dalam organisasi.
David McClelland mengusulkan tiga motif kebutuhan, yakni: afiliasi (sama dengan kebutuhan sosial Maslow), kekuasaan (keinginan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain), dan pencapaian prestasi (keinginan untuk memenuhi kegiatan yang bernilai). McClelland tidak mengatakan bahwa ketiga motif itu berada dalam hirarki yang sama dalam diri setiap orang. Ia mengusulkan bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat menjadi dominan pada saat yang sama. Untuk soal kedua, McClelland telah melakukan banyak riset dan mengusulkan tiga jawaban, yakni:
1. Bagi individu yang memiliki motif afiliasi tinggi, sebaiknya diberi kesempatan untuk bertugas dalam kelompok yang dipilih sendiri. Kembangkanlah program kompensasi lebih berdasarkan kelompok daripada produktivitas individual.
2. Bagi individu dengan motif kekuasaan yang tinggi, sebaiknya diberi wewenang atas orang lain yang disesuaikan dengan derajat keterampilan yang mereka miliki.
3. Bagi individu dengan motif pencapaian prestasi yang tinggi, hendaknya ditentukan bersama dengan mereka sasaran dengan tingkat kesulitan yang sedang saja. Berikan tanggung jawab untuk menyelesaikan sasaran denga cara mereka sendiri dan pastikan bahwa mereka mendapatkan cukup pengetahuan tentang kemajuan mereka melalui sistem umpan balik yang baik. Pakar motivasi lain bernama Frederick Herzberg muncul untuk meneruskan karya Maslow. Herzberg mengumpulkan data mengenai sikap kerja karyawan di ratusan perusahaan. Dari riset itu, ia menarik kesimpulan bahwa individu mempunyai dua kategori kebutuhan yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja berbeda dan terpisah dari faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Kategori pertama disebut kebutuhan hygiene. Kebutuhan ini bila tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan kerja. Kebutuhan ini diandaikan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Faktor pemuas kebutuhan ini antara lain uang, status, perlakuan, dan keamanan. Kebutuhan kedua yang sungguh merupakan motivasi adalah pemuasan yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri. Jika ingin memotivasi orang pada pekerjaannya, Herzberg menyarankan untuk menekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya, misalnya: peluang promosi, pertumbuhan personal, pengakuan, tanggung jawab, dan prestasi. Pemuasan kategori pertama hanya berguna untuk mencegah ketidakpuasan kerja dan tidak dapat dipakai untuk menciptakan kepuasan kerja. Bagi Herzberg, ketiadaan ketidakpuasan belum tentu berarti ada kepuasan. Untuk soal ketiga, Herzberg masih menawarkan konsep yang disebut pemerkayaan pekerjaan. Caranya adalah menanyakan kepada karyawan yang telah diperkaya pekerjaannya tentang fungsi manajemen apa yang kini dikerjakan oleh atasannya, yang ia sendiri ingin dan dapat mengerjakannya. Kemudian delegasikan fungsi itu kepadanya. Pemerkayaan pekerjaan ini mencakup sekaligus tambahan pekerjaan dan tanggung jawab yang bukan hanya diserahkan begitu saja.
Metode lain yang sangat populer dalam menjawab soal ketiga ini adalah yang disebut Manajemen Berdasarkan Tujuan (Management by Objectives/MBO). Metode ini menawarkan empat langkah yang harus ditempuh, yakni:
1. Menetapkan sasaran bersama-sama. Di sini manajer meminta setiap karyawan untuk menentukan sasaran yang ingin ia capai dalam jangka tertentu. Manajer sendiri secara terpisah juga mengidentifikasi sasaran yang harus dicapai karyawannya. Kemudian kedua versi sasaran dipertemukan untuk disusun daftar gabungan.
2. Merencanakan tindakan. Manajer dan karyawan berembug untuk merumuskan tindakan apa yang akan dipakai untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Di sini manajer tentu dapat berperan lebih untuk merumuskan tindakan-tindakan strategik. Namun cara penyampaian harus sedemikian rupa sehingga hasil rembukan tetap tampak sebagai hasil kerja sama. Jika orang merasa dihargai, maka mereka akan mengumpulkan banyak energi untuk melaksanakan pekerjaaannya.
3. Penerapan. Langkah ini meliputi pelaksanaan dari tindakan yang telah direncanakan untuk mencapai sasaran yang telah disetujui bersama.
4. Pengkajian. Pada akhir jangka waktu pelaksanaan, adakan pertemuan dengan karyawan untuk membandingkan sasaran yang direncanakan dengan hasil nyata yang tercapai.
Bila sasaran tercapai, karyawan patut diberi penghargaan yang memadai. Jika tidak tercapai, penting untuk dicari sebab-sebab masalahnya. Metode MBO mengandung filosofi manajemen yang berasumsi bahwa ada daya tarik nyata dalam individu jika mereka menentukan sendiri sasaran kerjanya. Kekuatan utama terletak dalam sasaran yang disusunya, bukan pada atasan. Untuk menjawab soal terakhir, kita menuju teori yang disebut teori Penguatan (reinforcement theory) yang telah berkembang menjadi strategi bernama Modifikasi Perilaku. Teori ini berseberangan dengan MBO. MBO merupakan pendekatan kognitif yang menekankan bahwa sasaran individu mengarahkan tindakannya. Sedangkan dalam teori Penguatan, kita mempunyai pendekatan perilaku (behavioristik), yang melihat penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Teori ini menawarkan tiga langkah, yakni:
1. Menetapkan sasaran. Ini sama dengan langkah pertama MBO. Teori Penguatan menggarisbawahi bahwa sasaran haruslah dapat diukur.
2. Memberi umpan balik. Langkah ini harus diambil secara efektif oleh manajer. Teori ini menekankan bahwa setiap saat yang diinginkan, karyawan sebaiknya tahu bagaimana kemajuan mereka menuju sasaran, tindakan untuk mengoreksi diri dapat diambil secepat mungkin.
3. Memberikan imbalan tepat waktu. Imbalan yang dalam praktek terbukti paling penting tetapi juga paling tidak dimanfaatkan oleh manajer, adalah pengakuan.
Sudah sering terdengar keluhan karyawan bahwa manajer mereka seakan tidak tidak tahu semua hal baik yang telah dikerjakan mereka. Tetapi begitu ada kesalahan, mereka langsung mendapat kritik atau celaan. Dalam jangka pendek, celaan mungkin dapat menjadi motivator sementara. Tetapi biasanya celaan cenderung memiliki sejumlah konsekuensi disfungsional bagi organisasi dalam jangka panjang. Orang butuh motivasi, bukan celaan. Jika manajer mengharapkan karyawan untuk tidak suka bekerja untuknya dan dengan demikian menghindari semua tanggung jawab, maka pola kepemimpinan yang sangat memaksa dan mengendalikan yang kemungkinan diterapkan oleh manajer, akan menciptakan ramalan pemenuhan-diri, di mana pekerja akan termotivasi melakukan pekerjaan seminim mungkin. Sebaliknya, jika manajer mengharapkan karyawan mereka untuk mencari tanggung jawab dan mampu mengarahkan-diri ke sasaran yang mengandung imbalan, itu pun dapat menciptakan ramalan pemenuhan-diri. Inilah dugaan yang terkandung dalam Teori X dan Teori Y dari McGregor. Perangkat pengharapan terakhir, Teori Y, pada mulanya dikembangkan dari teori Hirarki Kebutuhan Maslow, dan sangat mendasari gagasan perkayaan pekerjaan dan MBO. Dari uraian di atas, tampak benang merah antara teori yang satu dengan yang lain. Semua teori motivasional ini saling melengkapi dan dapat dipergunakan sesuai dengan keperluan, situasi, dan kondisi organisasi yang bersangkutan.
4. KESIMPULAN: PRO DAN KONTRA TEORI ABRAHAM MASLOW Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Kebutuhan seorang buruh produksi harian dengan karyawan staff manajerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat meningkatkan performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas, kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita. Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. Dengan menelaah apa yang menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat sasaran, seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi berarti mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk dilaksanakan, kapan dan bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin melakukannya. Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak dilihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling tumpang tindih. Tidak bisa dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan orang dalam masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan dasariah mereka kendati belum dalam arti sepenuh-penuhnya. Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat kebutuhan terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh yang berarti pada motivasi. Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama. Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak. Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti riset. Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila ditinjau lebih khusus, evaluasi atau riset yang menghasilkan kesimpulan yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari pemahaman yang tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi, dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode dan aplikasi riset yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan oleh salah pengertian teori, atau penerapan buruk konsep motivasi yang baik. Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan. Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif. Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka. Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya, mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya. Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut ketika pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi. Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang membatasi semua teori tentang manusia. Seorang ilmuwan bernama Craig Pinder memberikan jalan tengah atas dua kubu pendapat yang pro-kontra sebagai berikut: “Teori Maslow tetap sangat populer di kalangan para manajer dan mereka yang mempelajari perilaku organisasi kendati tidak banyak studi yang secara resmi dapat mengkonfirmasi atau menolaknya…. Ada kemungkinan bahwa dinamika yang terimplikasi pada teori Maslow tentang kebutuhan bersifat terlalu kompleks untuk diterapkan dan dikonfirmasi oleh riset ilmiah. Jika demikian halnya, maka kita tidak pernah mungkin mendeterminasi berapa valid teori tersebut -atau secara tepat- aspek mana sajakah dari teori tersebut bersifat valid, dan aspek mana yang tidak valid.” Sekalipun tidak banyak riset yang secara jelas mendukung teori ini, kita tetap dapat menarik pelajaran berharga bagi para manajer. Khususnya dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi mungkin akan kehilangan potensi atau daya motivasionalnya. Oleh karena itu, sebagai implikasi atas teori ini, para manajer dianjurkan untuk memotivasi para karyawan mereka dengan jalan merancang program-program atau praktek-praktek yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang muncul atau kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi.
Inflasi dan dampaknya
Definisi Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga umum untuk menaik secara umum dan terus menerus atau juga dapat dikatakan suatu gejala terus naiknya harga-harga barang dan berbagai faktor produksi umum,secara terus-menerus dalam periode tertentu.Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan
Penggolongan Inflasi
1. Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi
Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
Inflasi Sedang (antara 10-30% setahun)
Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasar Sebab musabab awal dari Inflasi
Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat
Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi
3. Berdasar asal dari inflasi
Domestic Inflatuon, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
Dampak Postitif Inflasi
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Dampak Negatif Inflasi
Pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga umum untuk menaik secara umum dan terus menerus atau juga dapat dikatakan suatu gejala terus naiknya harga-harga barang dan berbagai faktor produksi umum,secara terus-menerus dalam periode tertentu.Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan
Penggolongan Inflasi
1. Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi
Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
Inflasi Sedang (antara 10-30% setahun)
Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasar Sebab musabab awal dari Inflasi
Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat
Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi
3. Berdasar asal dari inflasi
Domestic Inflatuon, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
Dampak Postitif Inflasi
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Dampak Negatif Inflasi
Pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Barang Publik
Suatu kegiatan pastilah mempunyai efek sampingnya masing-masing. Begitu pula dengan setiap transaksi ekonomi yang terjadi, merupakan kegiatan yang mempunyai efek samping, baik maupun buruk. Efek samping inilah yang dikatakan sebagai eksternalitas.
Baumel dan Oates menjelaskan pengertian eksternalitas sebagai berikut:
1.? ? ? Eksternalitas yang dapat habis (a deplatable externality). Eksternalitas yang dapat habis adalah eksternalitas yang terdapat pada barang individu. Dikatakan sebagai barang individu apabila barang tersebut merupakan hak milik suatu individu tertentu, individu yang lain tidak dapat mengkonsumsinya.
2.? ? ? Eksternalitas yang tidak dapat habis (an undeplate externality). Eksternalitas yang tidak dapat habis adalah eksternalitas yang terdapat pada barang yang dapat dikonsumsi oleh semua individu tanpa terkecuali dan tidak mengurangi wujud ataupun besarnya barang tersebut.
Jika dilihat dari para pelakunya, eksternalitas dapat dilihat sebagai:
1.? ? ? Efek perbuatan satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers).
Contohnya adalah nelayan dengan kapal-kapal besar akan mampu menjaring ikan dengan jumlah yang sangat banyak, akan tetapi produsen yang lain (dalam hal ini nelayan-nelayan kecil) akan mengalami kesulitan mendapatkan ikan karena telah habis dijaring oleh nelayan besar.
2.? ? ? Efek perbuatan produsen terhadap konsumen (effects of producers on consumers).
Contohnya peternakan sapi ataupun ayam yang berada di tengah permukiman. Orang-orangyang tinggal di sekitar pemukiman mungkin akan merasa sangat terganggu dengan bau kotoran hewan-hewan ternak tersebut.
3.? ? ? Efek perbuatan konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers).
Contohnya sesorang yang merokok di bus atau angkutan umum akan mengganggu penumpang lain yang berada di bus atau angkutan umum tersebut.
4.? ? ? Efek perbuatan konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers).
Kasus yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu penyerangan masyarakat terhadap mess PLTU? Banten.
Barang Publik
Dalam pengertian eksternalitas yang telah dijelaskan oleh Baumel dan Oates, terdapat pengertian eksternalitas yang tidak dapat habis. Eksternalitas yang tidak dapat habis ini kemudian akan berkaitan dengan barang publik atau yang disebut juga dengan common consumption atau common property resource atau public goods. Ada 2 ciri barang publik.
1.? ? ? Individu-individu, dalam usaha untuk mendapatkan atau mengkonsumsi barang publik ini tidak bersaing satu sama lain.
2.? ? ? Barang publik bukan merupakan hak milik satu orang saja. Orang yang lain pun dapat menikmatinya.
Karena cirinya tersebut, ada masalah-masalah yang mengelilinginya:
1.? ? ? Pemanfaatan barang publik cenderung berlebihan.
2.? ? ? Barang publik tidak memiliki harga. Hal ini disebabkan antara lain sulitnya menentukan standar harga maupun karena barang publik tidak diperdagangkan (karena sifatnya yang bukan hak milik/nonekslusitivitas).
3.? ? ? Tidak adanya keuntungan membuat orang-orang tidak mau (kalaupun ada sangat sedikit jumlahnya) untuk menyediakannya ataupun melestarikannya
Disinilah pemerintah berperan dengan cara menarik pajak dari masyarakat dan dana pengumpulan pajak tersebut digunakan untuk menyediakan barang publik.
Contoh barang publik yang disediakan pemerintah antara lain:
1.? ? ? Pertahanan dan keamanan
Tentunya kita semua berharap dapat beraktivitas tanpa terganggu oleh masalah terorisme dan sebagainya. Pemerintah menyediakan keamanan ini dengan membiayai kepolisian, intelijen, maupun TNI untuk mencegah masalah terorisme ini.
2.? ? ? Pengetahuan
Pemerintah diharapkan memberikan subsidi untuk mendanai riset maupun pendidikan bagi kalangan tidak mampu.
3.? ? ? Pengentasan kemiskinan
Bantuan Langsung Tunai, Program Nasional Pemberdayaan Mandiri merupakan salah satu peran pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Walaupun telah terdapat program Corporate Social Responsibility yang dilakukan pihak swasta, namun karena masalahnya yang sangat besar dan kompleks pemerintahlah yang harus menjadi pemeran utama.
Baumel dan Oates menjelaskan pengertian eksternalitas sebagai berikut:
1.? ? ? Eksternalitas yang dapat habis (a deplatable externality). Eksternalitas yang dapat habis adalah eksternalitas yang terdapat pada barang individu. Dikatakan sebagai barang individu apabila barang tersebut merupakan hak milik suatu individu tertentu, individu yang lain tidak dapat mengkonsumsinya.
2.? ? ? Eksternalitas yang tidak dapat habis (an undeplate externality). Eksternalitas yang tidak dapat habis adalah eksternalitas yang terdapat pada barang yang dapat dikonsumsi oleh semua individu tanpa terkecuali dan tidak mengurangi wujud ataupun besarnya barang tersebut.
Jika dilihat dari para pelakunya, eksternalitas dapat dilihat sebagai:
1.? ? ? Efek perbuatan satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers).
Contohnya adalah nelayan dengan kapal-kapal besar akan mampu menjaring ikan dengan jumlah yang sangat banyak, akan tetapi produsen yang lain (dalam hal ini nelayan-nelayan kecil) akan mengalami kesulitan mendapatkan ikan karena telah habis dijaring oleh nelayan besar.
2.? ? ? Efek perbuatan produsen terhadap konsumen (effects of producers on consumers).
Contohnya peternakan sapi ataupun ayam yang berada di tengah permukiman. Orang-orangyang tinggal di sekitar pemukiman mungkin akan merasa sangat terganggu dengan bau kotoran hewan-hewan ternak tersebut.
3.? ? ? Efek perbuatan konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers).
Contohnya sesorang yang merokok di bus atau angkutan umum akan mengganggu penumpang lain yang berada di bus atau angkutan umum tersebut.
4.? ? ? Efek perbuatan konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers).
Kasus yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu penyerangan masyarakat terhadap mess PLTU? Banten.
Barang Publik
Dalam pengertian eksternalitas yang telah dijelaskan oleh Baumel dan Oates, terdapat pengertian eksternalitas yang tidak dapat habis. Eksternalitas yang tidak dapat habis ini kemudian akan berkaitan dengan barang publik atau yang disebut juga dengan common consumption atau common property resource atau public goods. Ada 2 ciri barang publik.
1.? ? ? Individu-individu, dalam usaha untuk mendapatkan atau mengkonsumsi barang publik ini tidak bersaing satu sama lain.
2.? ? ? Barang publik bukan merupakan hak milik satu orang saja. Orang yang lain pun dapat menikmatinya.
Karena cirinya tersebut, ada masalah-masalah yang mengelilinginya:
1.? ? ? Pemanfaatan barang publik cenderung berlebihan.
2.? ? ? Barang publik tidak memiliki harga. Hal ini disebabkan antara lain sulitnya menentukan standar harga maupun karena barang publik tidak diperdagangkan (karena sifatnya yang bukan hak milik/nonekslusitivitas).
3.? ? ? Tidak adanya keuntungan membuat orang-orang tidak mau (kalaupun ada sangat sedikit jumlahnya) untuk menyediakannya ataupun melestarikannya
Disinilah pemerintah berperan dengan cara menarik pajak dari masyarakat dan dana pengumpulan pajak tersebut digunakan untuk menyediakan barang publik.
Contoh barang publik yang disediakan pemerintah antara lain:
1.? ? ? Pertahanan dan keamanan
Tentunya kita semua berharap dapat beraktivitas tanpa terganggu oleh masalah terorisme dan sebagainya. Pemerintah menyediakan keamanan ini dengan membiayai kepolisian, intelijen, maupun TNI untuk mencegah masalah terorisme ini.
2.? ? ? Pengetahuan
Pemerintah diharapkan memberikan subsidi untuk mendanai riset maupun pendidikan bagi kalangan tidak mampu.
3.? ? ? Pengentasan kemiskinan
Bantuan Langsung Tunai, Program Nasional Pemberdayaan Mandiri merupakan salah satu peran pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Walaupun telah terdapat program Corporate Social Responsibility yang dilakukan pihak swasta, namun karena masalahnya yang sangat besar dan kompleks pemerintahlah yang harus menjadi pemeran utama.
Elastisitas Permintaan
DEFINISI ELASTISITAS PERMINTAAN
Elastisitas dapat diartikan sebagai besarnya perubahan relatif dari variabel yang diterangkan, sebagai akibat perubahan variabel yang menerangkan.
Apabila variabel yang diterangkan dimisalkan Q (quantity) dari suatu barang, dan variabel yang menerangkan adalah P (Price) harga tersebut , maka kita bisa rumuskan bahwa elastisitas adalah :
Ada 2 macam elastisitas secara umum yaitu :
1. Elastisitas titik (Point elasticity), yaitu mengukur elastisitas pada satu titik tertentu atau pada pergerakan dari beberapa titik.
2. Elastisitas Busur (Arc Elasticity), yaitu mengukur elastisitas pada beberapa titik secara bersamaan.
Elastisitas Permintaan
Adalah suatu pengukuran kuantitas untuk menunjukan seberapa besar pengaruh perubahan harga terhadap permintaan suatu barang.
Ada 3 jenis elastisitas permintaan yaitu :
1. Elastisitas permintaan harga
2. Elastisitas Permintaan pendapatan
3. Elastisitas Permintaan Silang
Penentu-penentu Elastisitas Permintaan
Tersedianya Barang Substitusi yang Terdekat
Barang-barang dengan substitusi terdekat cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis karena mempermudah para konsumen untuk mengganti barang tersebut dengan yang lain. Misalnya, mentega dan margarin merupakan barang yang mudah diganti dengan yang lain. Kenaikan harga mentega sedikit saja, jika harga margarin tetap, akan mengakibatkan jumlah mentega yang terjual turun dratis. Sebaliknya, karena telur merupakan makanan tanpa substitusi dekat, maka permintaan akan telur tidak seelastis permintaan akan mentega.
Kebutuhan versus Kemewahan
Kebutuhan cenderung memiliki permintaan yang inelastic, sebaliknya kemewahan memiliki permintaan yang elastis. Ketika biaya berobat ke dokter meningkat, oreng tidak akan secara dramatis mengubah frekuensi mereka ke dokter, meskipun mungkin tidak sesering sebelumnya. Sebaliknya ketika kapal pesiar meningkat, maka jumlah permintaan kapal pesiar akan turun banyak. Alasannya karena kebanyakan orang melihat berobat ke dokter sebagai suatu kebutuhan, sedangkan kapal pesiar sebagai suatu kemewahan. Suatu barang merupakan suatu kebutuhan atau suatu kemewahan tidak tergantung pada sifat hakiki barang itu, tetapi pada pilihan pembeli. Bagi seorang pelaut yang tidak terlalu memperhatikan kesehatannya, kapal pesiar mungkin sebuah kebutuhan dengan permintaan yang inelastis, sedangkan berobat ke dokter adalah kemewahan dengan permintaan yang elastis.
Definisi Pasar
Elastisitas permintaan dalam segala jenis pasar bergantung pada bagaimana kita menggambarkan batas-batas pasar. Pasar yang terdefinisi sempit cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibandingkan yang terdefinisi luas, karena lebih mudah menemukan substitusi untuk barang-barang yang terdefinisi secara sempit. Misalnya, makanan, sebuah kategori yang luas, memiliki permintaan yang inelastis karena tidak ada barang substitusi untuk makanan. Es krim, sebuah kategori yang lebih sempit, memiliki permintaan yang lebih elastis karena mudah untuk menggantinya dengan pencuci mulut lain. Es krim vanilla, sebuah kategori yang sangat sempit, memiliki permintaan yang sangat elastis karena rasa lain es krim merupakan barang substitusi yang hampir sempurna untuk vanilla.
Rentang Waktu
Barang-barang cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis selama kurun waktu yang lebih panjang. Ketika harga bensin naik, jumlah permintaan bensin hanya sedikit mengalami kemerosotan pada beberapa bulan pertama. Namun setelah itu, bagaimanapun juga, orang-orang akan membeli mobil-mobil yang lebih irit bahan bakar, menggunakan transportasi umum, dan pindah ke tempat kerja yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Dalam beberapa tahun, jumlah permintaan bensin akan menurun dratis.
Menghitung Elastisitas Permintaan
Para ekonom menghitung elastisitas permintaan sebagai perubahan persentase jumlah permintaan dibagi perubahan persentase variable yang mempengaruhi, yang bisa dimisalkan dengan variable harga
Elastisitas harga permintaan = perubahan jumlah prosentase permintaan / perubahan prosentase harga
Sebagai contoh anggaplah bahwa peningkatan 10 persen harga es krim mengakibatkan jumlah es krim yang anda beli turun hingga 20 persen. Kita menghitung elastisitas permintaan anda sebagai berikut:
Elastisitas harga permintaan = 20% / 10% = 2
Faktor- faktor yang mempengaruhi Elastisitas :
Seberapa besar barang-barang lain dapat menggantikan barang yang bersangkutan.
Seberapa besar dari pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang yang bersangkutan.
waktu analisis
Banyak tidaknya macam penggunaan barang yang bersangkutan.
Manfaat pengukuran Elastisitas Permintaan :
Kepada perusahaan, dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat suatu kebijakan atau strategi penjualan.
Kepada pemerintah, dengan mengetahui dari sifat barang (eksport dan import) dapat disusun suatu kebijakan yang mendukung.
Elastisitas dapat diartikan sebagai besarnya perubahan relatif dari variabel yang diterangkan, sebagai akibat perubahan variabel yang menerangkan.
Apabila variabel yang diterangkan dimisalkan Q (quantity) dari suatu barang, dan variabel yang menerangkan adalah P (Price) harga tersebut , maka kita bisa rumuskan bahwa elastisitas adalah :
Ada 2 macam elastisitas secara umum yaitu :
1. Elastisitas titik (Point elasticity), yaitu mengukur elastisitas pada satu titik tertentu atau pada pergerakan dari beberapa titik.
2. Elastisitas Busur (Arc Elasticity), yaitu mengukur elastisitas pada beberapa titik secara bersamaan.
Elastisitas Permintaan
Adalah suatu pengukuran kuantitas untuk menunjukan seberapa besar pengaruh perubahan harga terhadap permintaan suatu barang.
Ada 3 jenis elastisitas permintaan yaitu :
1. Elastisitas permintaan harga
2. Elastisitas Permintaan pendapatan
3. Elastisitas Permintaan Silang
Penentu-penentu Elastisitas Permintaan
Tersedianya Barang Substitusi yang Terdekat
Barang-barang dengan substitusi terdekat cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis karena mempermudah para konsumen untuk mengganti barang tersebut dengan yang lain. Misalnya, mentega dan margarin merupakan barang yang mudah diganti dengan yang lain. Kenaikan harga mentega sedikit saja, jika harga margarin tetap, akan mengakibatkan jumlah mentega yang terjual turun dratis. Sebaliknya, karena telur merupakan makanan tanpa substitusi dekat, maka permintaan akan telur tidak seelastis permintaan akan mentega.
Kebutuhan versus Kemewahan
Kebutuhan cenderung memiliki permintaan yang inelastic, sebaliknya kemewahan memiliki permintaan yang elastis. Ketika biaya berobat ke dokter meningkat, oreng tidak akan secara dramatis mengubah frekuensi mereka ke dokter, meskipun mungkin tidak sesering sebelumnya. Sebaliknya ketika kapal pesiar meningkat, maka jumlah permintaan kapal pesiar akan turun banyak. Alasannya karena kebanyakan orang melihat berobat ke dokter sebagai suatu kebutuhan, sedangkan kapal pesiar sebagai suatu kemewahan. Suatu barang merupakan suatu kebutuhan atau suatu kemewahan tidak tergantung pada sifat hakiki barang itu, tetapi pada pilihan pembeli. Bagi seorang pelaut yang tidak terlalu memperhatikan kesehatannya, kapal pesiar mungkin sebuah kebutuhan dengan permintaan yang inelastis, sedangkan berobat ke dokter adalah kemewahan dengan permintaan yang elastis.
Definisi Pasar
Elastisitas permintaan dalam segala jenis pasar bergantung pada bagaimana kita menggambarkan batas-batas pasar. Pasar yang terdefinisi sempit cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibandingkan yang terdefinisi luas, karena lebih mudah menemukan substitusi untuk barang-barang yang terdefinisi secara sempit. Misalnya, makanan, sebuah kategori yang luas, memiliki permintaan yang inelastis karena tidak ada barang substitusi untuk makanan. Es krim, sebuah kategori yang lebih sempit, memiliki permintaan yang lebih elastis karena mudah untuk menggantinya dengan pencuci mulut lain. Es krim vanilla, sebuah kategori yang sangat sempit, memiliki permintaan yang sangat elastis karena rasa lain es krim merupakan barang substitusi yang hampir sempurna untuk vanilla.
Rentang Waktu
Barang-barang cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis selama kurun waktu yang lebih panjang. Ketika harga bensin naik, jumlah permintaan bensin hanya sedikit mengalami kemerosotan pada beberapa bulan pertama. Namun setelah itu, bagaimanapun juga, orang-orang akan membeli mobil-mobil yang lebih irit bahan bakar, menggunakan transportasi umum, dan pindah ke tempat kerja yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Dalam beberapa tahun, jumlah permintaan bensin akan menurun dratis.
Menghitung Elastisitas Permintaan
Para ekonom menghitung elastisitas permintaan sebagai perubahan persentase jumlah permintaan dibagi perubahan persentase variable yang mempengaruhi, yang bisa dimisalkan dengan variable harga
Elastisitas harga permintaan = perubahan jumlah prosentase permintaan / perubahan prosentase harga
Sebagai contoh anggaplah bahwa peningkatan 10 persen harga es krim mengakibatkan jumlah es krim yang anda beli turun hingga 20 persen. Kita menghitung elastisitas permintaan anda sebagai berikut:
Elastisitas harga permintaan = 20% / 10% = 2
Faktor- faktor yang mempengaruhi Elastisitas :
Seberapa besar barang-barang lain dapat menggantikan barang yang bersangkutan.
Seberapa besar dari pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang yang bersangkutan.
waktu analisis
Banyak tidaknya macam penggunaan barang yang bersangkutan.
Manfaat pengukuran Elastisitas Permintaan :
Kepada perusahaan, dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat suatu kebijakan atau strategi penjualan.
Kepada pemerintah, dengan mengetahui dari sifat barang (eksport dan import) dapat disusun suatu kebijakan yang mendukung.
Kamis, 25 November 2010
Eksistensi Koperasi
Eksistensi koperasi di Indonesia tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) dengan penjelasannya, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai itu adalah koperasi. Eksistensi koperasi sebagai Badan Hukum kedudukannya diperoleh melalui suatu prosedur hukum koperasi yang
diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi sebagai pengganti Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 104/ Kep./M.KUKM/III/2004. Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.
Di bidang akta untuk pendirian dan perubahan Anggaran Dasar mengalami suatu reformasi yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 98/
Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi sebagai peraturan pelaksanaan yang mengatur masalah akta yang memang dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tidak diatur, sehingga dengan dikeluarkannya
keputusan tersebut dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat yang akan membentuk koperasi, dan adanya hubungan kemitraan dengan pihak ketiga yang lebih kondusif dalam kegiatan usahanya. Koperasi memperoleh status sebagai badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Koperasi dan UKM. Dengan demikian koperasi sebagai subyek hukum yang mempunyai hak untuk melaksanakan perbuatan hukum seperti jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan mengadakan perjanjian. Bersamaan dengan itu, hak dan tanggung jawab anggota adalah sendiri-sendiri atau berdiri sendiri.
Koperasi adalah salah satu pelaku ekonomi, artinya koperasi merupakan bagian dari penyelenggara perekonomian yang berdasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Eksistensi koperasi sebagai badan usaha tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dimana telah menetapkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi, yaitu keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilaksanakan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa terhadap modal, kemandirian, serta melaksanakan pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi.
Koperasi sebagai lembaga usaha yang berbadan hukum dalam operasionalnya dijalankan dengan berdasarkan manajemen koperasi, yang terdiri dari Rapat Anggota, Pengurus dan Badan Pemeriksa, dan beberapa Penasehat dari instansi koperasi. Perusahaan koperasi sama dengan badan usaha lainnya yaitu tunduk pada peraturan-peraturan yang mengatur tentang kewajiban sebagai badan usaha seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1983 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Reformasi menuntut adanya pelurusan persepsi dan paradigma tentang koperasi agar koperasi dapat berperan secara efektif sesuai dengan cita-cita dan misi reformasi. Presiden Abdurrahman Wahid telah membuka peluang bagi penataan kembali sektor koperasi pada waktu pembentukan pemerintahannya bulan Oktober 1999. Dikatakan bahwa: .Koperasi adalah .urusan masyarakat. dan masalah koperasi hendaknya diselesaikan oleh masyarakat sendiri..Terkait dengan itu, maka Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah yang sebelumnya mempunyai wewenang besar dengan fungsi pengaturan dan fungsi pembangunan diubah statusnya menjadi Kantor Menteri Negara dengan wewenang terbatas pada fiingsi pengaturan. Sementara itu peran operasionalnya menjadi sangat berkurang dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah dan kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, maka yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana eksistensi koperasi dalam hubungannya dengan otonomi daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah mengatur kedudukan dan peran pemerintah dan tidak ada kaitan struktural dengan gerakan koperasi sebagai lembaga masyarakat yang otonom. Undang-undang sebagai sistem hukum yang mengatur secara nasional memberikan dasar bagi peran dan wewenang pemerintah sebagai kesatuan dan pembagian kerja antara Pusat dan Daerah adalah wilayah dan ruang dari Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hal ini berarti hanya ada satu undang-undang perkoperasian yang eksistensinya sebagai dasar hukum dan pedoman kebijakan pemerintah di pusat dan daerah di bidang perkoperasian. Dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, maka eksistensi koperasi dalam hubungannya dengan
otonomi daerah tetap eksis sebagai pelaku ekonomi dan penggerak ekonomi rakyat. Sementara itu peran pemerintah akan berkurang dan yang masih ada yaitu fungsi pengaturan tetapi terbatas pada
pendaftaran/pemberian dan pencabutan hak badan hukum, pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Adapun fungsi promosi/pembangunannnya menjadi
proporsional (Pusat dan Daerah) meliputi: penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan koperasi, aistensi dan fasilitasi, koordinasi bantuan luar negeri dan penyediaan sarana-sarana pendukung. Dalam fungsi pembangunan ini termasuk adanya fasilitasi mengenai perpajakan (pajak penghasilan), perbankan beserta lembaga penjaminan dan asuransi, pendidikan/pelatihan dan insentif lainnya. Kebijakan yang ditempuh dalam menyikapi perubahan saat ini yang mendorong lebih kuatnya pelaksanaan otonomi daerah adalah menciptakan lingkungan iklim yang kondusif bagi dunia
usaha dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan Pusat untuk pembinaan dan pengembangan koperasi dan UKM, mengembangkan usaha di bidang jasa keuangan
dengan mengembangkan lembaga kredit, pada koperasi kredit dan koperasi simpan pinjam; melakukan kerjasama antar koperasi dalam mengembangkan potensi usaha yang ada untuk bersaing dengan pelaku usaha, baik dari dalam negeri maupun luar negeri apalagi dalam era
pasar bebas. Sementara itu eksistensi koperasi dalam hubungannya dengan era liberalisasi ekonomi, perdagangan bebas yang saat ini sudah berada dalam globalisasi, dimana telah terjadi saling ketergantungan di antara negara-negara yang terlibat dalam perdagangan dunia. Globalisasi ekonomi telah terjadi dan telah menimbulkan dampak serta peluang dan tantangan bagi dunia usaha termasuk
koperasi. Dalam sejarah perkembangannya, koperasi lahir di negara yang menganut mekanisme pasar, bahkan saat ini di negara-negara tersebut banyak didapati koperasi-koperasi yang besar dan maju. Sebagaimana diketahui bahwa kelahiran koperasi merupakan reaksi terhadap pemerasan dan penindasan sistem ekonomi yang tidak adil. Oleh karena itu, kelahiran koperasi merupakan buah pikiran untuk pembaharuan sosial yang lebih adil dan demokratis.
Berpegang dari sejarah tersebut, maka koperasi Indonesia akan semakin berkembang jika menangkap secara positif datangnya liberalisasi ekonomi sebagai suatu peluang, karena dengan
adanya liberalisasi ekonomi, koperasi diberikan keleluasaan menjadi suatu badan usaha yang tidak hanya menjadi organisasi sosial melainkan berupaya meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui peningkatan sisa hasil usaha secara efektif dan efisien agar dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. Selanjutnya koperasi Indonesia harus terus berupaya menolong dirinya sendiri secara bersama-sama dengan prinsip koperasi. Prinsip koperasi sebagai pedoman koperasi dalam melangkah akan memberikan jalan bagi eksistensi koperasi Indonesia di era liberalisasi ekonomi.
Berkurangnya campur tangan pemerintah dan lahirnya kebijakan berupa deregulasi dan debirokratisasi akan memperingan langkah koperasi melaksanakan fungsi dan perannya dalam perekonomian Indonesia. Implikasi perdagangan bebas akan memberikan dampak positif bagi
pembangunan nasional dan daerah, terutama melalui terbukanya perdagangan dan investasi di daerah. Terbukanya perdagangan dan investasi ini selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah, sehingga upaya pembangunan ekonomi nasional dan daerah dapat lebih dipercepat lagi. Sebaliknya, adanya pasar bebas dapat juga menimbulkan pengaruh negatif bagi perekonomian nasional dan daerah, seperti menurunnya produksi
barang dan jasa dalam negeri dan penguasaan sektor-sektor ekonomi nasional dan daerah oleh negara-negara luar. Namun pengaruh negatif dari pasar bebas ini hanya dapat terjadi jika dan hanya jika kita tidak dapat secara efektif dan efisien menyikapi peluang yang tercipta dari adanya perdagangan bebas. Menyikapi kondisi yang berubah saat ini karena adanya desakan globalisasi,
maka untuk mendapatkan pengembangan iklim usaha yang kondusif mutlak adanya kebijakan yang kondusif bagi koperasi. Membentuk aliansi strategis antara koperasi Indonesia dengan
koperasi negara lain, seperti adanya .Kerjasama Transnasional. atau koperasi transnasional yang berakar pada prinsip koperasi, yaitu kerjasama dengan koperasi-koperasi. Koperasi transnasional
merupakan konsep dari Robby Tulus sebagai eksperimen baru yang dipacu oleh prinsip tersebut dan dirangsang oleh realita koperasi pertanian di Uni Eropa. Konsep Transnasional Generasi Baru di Amerika Serikat dan Kanada mempunyai kaitan erat. Karena adanya perubahan mendasar dalam sektor koperasi pertanian akibat derasnya arus globalisasi.
Langganan:
Postingan (Atom)