Jumat, 12 November 2010

KopERaSi kEmItRaan


KERJA SAMA DI BIDANG USAHA ANTARA KOPERASI DENGAN BUKAN   KOPERASI 
Jika, seperti tersebut di atas tadi kerja sama antar koperasi dapat di lakukan melalui 2 cara, yaitudengan membentuk wadah baru yang berbadan hokum, maka demikian pula halnya dalam kerja sama di bidang usaha antara koperasi dengan bukan koperasi.
Kerja sama antara koperasi  dengan bukan koperasi dengan membentuk wadah baru yang berbadan hukum, umumnya di lakukan oleh koperasi- koperasi sekunder, khusussnya tingkat induknya, seperti induk koperasi pegawai negeri, dan beberapa induk koperasi lainnya, yang dengan mitra usahanya masing- masing mendirikan Bank. Tujuan dari pembentukan Bank tersebut adalah untuk meningkatakan pemberian pelayanan kepada anggota – anggotanya, koperasi – koperasi primer terutama, dan koperasi- koperasi tingkat sekundernya ( pada kasus IKPN ), beberapa pemberian kredit kepada mereka, baik yang di gunakan untuk mengembangkan usahanya, maupun untuk membantu menunjang kebutuhan hidup anggota- anggota perongannya.
Kerja sama antara koperasi dengan badan- badan usaha bukan koperasi juga di lakukan oleh koperasi- koperasi primer dalam bentuk kemitraaan usaha. Tetapi sifat kemitraan usaha antara perusahaan- perusahaan besar dengan koperasi- koperasi primer/ pengusaha kecil tanpa membentuk wadah baru berbadan hukum mempunyai pertimbangan yang berbeda dibandingkan dengan kemitraan usaha antara induk- induk dengan perusahaan swasta atau BUMN yang disertai dengan pembentukan wadah baru berbadan hukum. Pada  kemitraan usaha yang di sebut pertama, dipandang dari sudut perusahaan kegiatan tersebut lebih merupakan suatu tanggung jawab social perusahaan ( corporate social responsibility ) dengan di dalamnya mengandung unsure “ membantu dan membina “ sedangkan kemitraan usaha yang disebut terakhir lebih mendasarkan pada perimbangan- pertimbangan ekonomis dan masing- masing pihak berada dalam posisi yang setingkat.
Sebagaimana kita ketahui mulai tahun 1983 Pemerintah telah mengadakan deregulasi di berbagai sektor, seperti perbankan, perdagangan, transportasi, dan sebagainya. Kebijaksanaan ini merupakan  tantangan bagi gerakan koperasi, tetapi sekaligus merupakan peluang bagi mereka untuk mengembangkan usahanya. Tetapi sangat disayangkan, peluang yang baik tersebut  kurang bias di manfaatkan oleh koperasi pada umumnya kecuali beberapa koperasi tingkat sekunder saja yang bisa memanfaatkannya. Sebaliknya peluang tersebut telah di tangkap oleh perusahaan swasta, sehingga deregulasi tersebut telah menjadikan mereka konglomerat – konglomerat yang tangguh.
Memang untuk menghindari terjadinya kesenjangan- kesenjangan sosial dalam kehidupan masyarakat, pemerintah telah menganjurkan adanya kemitraan usaha antara pengusaha- pengusaha beasr di satu pihak dengan koperasi dan pengusaha kecil di lain pihak. Melalui program kemitraan inilah para pengusaha besar menjalin kerja sama yang saling menguntungkan, di antaranya dengan cara pemberian kredit kepada usaha kecil yang berjumlah antara Rp 200.000,- sampai Rp 1.000.000,- per orang, yang di kenal dengan nama  Kredit Usaha Sangat Kecil ( KUSK ). Demikian pula kerja sama antara pengusaha besar dengan koperasi, khususnya KUD di antaranya dapat di temui di beberapa tempat di Jawa Timur, seperti Lamongan  ( KUD Minatani ), Bojonegoro ( Koperasi kareb ), dan lain – lainnya tidak bisa disebut satu per satu. Kerja sama antara koperasi dengan perusahaan- perusahaan besar juga dilakukan oleh jajaran koperasi pegawai negeri, yang dalam hal ini dilakukan oleh PKPN Timor Timur dalam proyek pertasikan di kota Dili dengan mitra- mitra usaha pertamina dan yayasan Dhrma Bhakti Astra, di mana yang di sebut pertama memberikan bantuan permodalanya sedangkan yang di sebut terakhir memberikan bantuan dalam bidang teknis dan pelatihan.
Pola kerja sama atau kemitraan usaha antara pengusaha besar dan koperasi dan pengusaha kecil yang baik haruslah mengacu pada memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu kemitraan usaha . Kemitraan strategis memang memiliki potensi untuk membuat rekan kemitraan lebih kuat dan stabil, namun kemitraan sering pula membawa kekecawaan.
Penelitian – penelitian sampai saat ini membuat kita membuat kita percaya bahwa ada dua faktor utama yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dari hubungan kerja sama ini, yaitu: tujuan yang ditetapkan bagi kemitraan tersebut dan perilaku atau sifat dan sikap dari para pihak yang turut serta dalam kemitraan tersebut.
Tujuan dari peserta kemitraan dapat bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Ada beberapa pertimbangan mengapa koperasi dan pengusaha kecil mau dan ingin bermitra usaha dengan pengusaha- pengusaha besar, yaitu untuk: memperoleh keuntugan di bidang teknologi, mendapatkan jalur bagi sumber keuangan baik secara langsung maupun melalui modal ventura, peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang usaha dan untuk mendapatkan dukungan dalam usaha menyisihkan pesaing. Apabila di antara para mitra usaha tersebut tidak terdapat kesesuaian dalam tujuan maka kemitraan akan mengalami kegagalan atau kehancuran sejak awal.
Perlu dicatat bahwa maskipun dalam hal tujuan di antara- antara para peserta kemitraan mungkin sudah terdapat kecocokan atau persesuain, namun kemitraan masih dapat gagal akibat dari perilakuatau sifat dan sikap para mitra usaha tersebut.
Dalam suatun lokakarya yang bertemakan Best practice study on building Straregic Alliances between SME s and Large Firms yang diadakan di Jakarta pada tanggal 1 April 1997 Dr. K. Mark Weaver dari University of Alabama mengatakan bahwa, para peneliti bisnis telah mengindentifikasi adanya 4 buah perilaku para mitra usaha sebagai factor yang sangat menetukan keberhasilan hubungan kemitraan tersebut yaitu:
Perilaku yang bertujuan ingin untung sendiri ( oppotunitstic )
Perilaku percaya pada mitra usaha ( trust )
Perilaku bertimbal- balik ( reprocity )
Berperilaku mampu menahan diri atau sabar ( forbearance )
Sifat ingin untung sendiri adalah sifat yang di dorong oleh keinginan mengambil keuntungan yang lebih banyak dari rekan kemitraanya. Peserta kemitraan yang memiliki sifat ini bertindak atas kepentingannya sendiri. Pada umumnya semua peserta kemitraan beranggapan bahwa mitra- mitra usaha itu akan bertindak demikian kalau tidak dicegah dengan adanya sifat reprositas yang potensial. Dengan adanyasifat reprositas yang potensoial ini maka para peserta tidak akan bertindak ingin untung sendiri.
Kebalikan dari sikap ingin cari untung sendiri adalah perilaku saling percaya saling percaya adalah keyakinan akan kebaikan rekanya. Rasa percaya ini timbul dari keyakinan bahwa kemitraan akan memberikan hasil yang adil. Tentang perilaku mampu menahan diri hanya bisa terjadi kalau dalam kemitraan tersebut terdapat potensi yang tinggi untuk berperilaku reprositas, rasa saling percaya dan tidak adanya perilaku opportunistic di antara para mitra usaha.
Akhirnya kemitraan tersebut akan gagal jika dalam kemitraan tersebut ada seorang atau lebih mitra usaha berperilaku oppprtunistik yang tinggi. Sebaliknya kemitraan usaha tersebut akan berhasil jika para mitra usaha tersebut mampu membangun rasa saling percaya yang tinggi.
Dalam rangka usaha untuk lebih meningkatakan penggalangan kemitraan dengan koperasi dan pengusaha kecil, pada tanggal 23 januari 1997 sekelompok pengusaha telah mendirikan lembaga kemitraan baru dengan nama Badan Koordinasi Pelaksana Kerja Sama Kemitraan Usaha Nasional ( BKP-KAKUNAS ). Yang selanjutnya di sebut sebagai kelompok non jimbaran. Perlu diketahui bahwa sebelum berdirinya BKP- KAKUNAS, pada tahun 1995 sekelompok pengusaha besar telah menjalin kersa sama/ kemitraan dengan koperasi dan pengusaha kecil, yang selanjutnya kelompok ini dikenal dengan nama kelompok jimbaran.
 Menurut Sukamdani, BKP- KAKUNAS sudah mempunyai program jangka panjang dan jangka pendek. Program jangka pendek meliputi:
·         Usaha memperdalam, memperluas dan meningkatakan kerja sama kemitraan usaha yang selama ini dilakuakan pengusaha besar dan kecil.
·         Mempelajari dan melaksanakan sisa program pelita VI-GBHN 1993 di bidang ekonomi.
Program jangka panjang ditujukan untuk mengatisipasi pelita VII, tahun 1998 sampai dengan 2003. Sementara ini para pengusaha anggota BKP- KAKUNAS sudah banyak melakuakan kerja sama maupun kemitraan di  berbagai bidang kegiatan, seperti pemagangan, pendidikan, penyuluhan, desain, dan pemasaran. Mereka bertekad membimbing para pengusaha kecil agar pada suatu waktu mampu berusaha. Kerja sama dalam bentuk pembiyaan juga dilakukan dan bilamana sifat peminjamannya kecil, pinjaman tersebut oleh pengusaha besar di berikan tanpa bunga. 
Dalam masalah kemitraan ini pemerintah Indonesia bermaksud mengeluarkan suatu peraturan pemerintah sebelum akhir tahun 1997. Dengan adanya peraturan pemerintah tentang kemitraan, maka program kemitraan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil serta koperasi akan menjadi suatu kewajiban. Tapi tidak semua perusahaan besar diwajibkan unruk bermitra, tergantung kriteria perusahaanya. Yang jelas, perusahaan yang telah go public diwajibkan bermitra. Demikian menurut menteri koperasi dan PPK dalam wawancara dengan pers yang diadakan pada tanggal 11 juli 1997.
Selanjutnya Menteri koperasi dan PPK menyatakan, kemitraanakan diwajibkan bagi kegiatan tertentu. Misalnya pengusaha tidak bisa membangun usaha tertentu, kecuali mereka bermitra dengan pengusaha kecil dan koperasi. Menteri memberikan contoh untuk usaha pasar swalayan misalnya, yang hendak membangun usaha di daerah, diwajibakan bermitra dengan pengusaha kecil dan koperasi yang ada di daerah itu.
Tidak dapat disangkal lagi, maksud baik dari pemerintah tersebut. Tetapi perlu diperhatikan,bahwa berhasil tidaknya kemitraan usaha antara pengusaha besar dengan koperasi dan pengusaha kecil ditentukan oleh beberapa faktor terutama oleh tujuan dari kemitraan tersebut, dalam arti apa yang ingin dicapai oleh para mitra usaha tersebut dan perilaku dari mitra- mitra usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar