KARYA TULIS ILMIAH
KEBIJAKAN
PENURUNAN SUKU BUNGA
dan
PERTUMBUHAN KREDIT PERBANKAN
OLEH
:
NAMA :
RAHMAH
KELAS :
09A
NIM : 099104027
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat dan rahmatNya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Kebijakan
Penurunan Suku Bunga dan Pertumbuhan Kredit Perbankan”.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini kami telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan maksimal. Namun sebagai manusia
biasa,kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik
penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa
mungkin menyelesaikan karya ilmiah meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami menyadari tanpa kerja sama antara dosen pembimbing dan
penulis serta beberapa kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat
bagi penulis demi tersusunnya karya tulis ilmiah ini. Untuk itu penulis
mengucapakan terima kasih kepada pihak yamg telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan karya ilmiah ini.
Demikian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik
dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Malang, Maret 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Masyarakat
mendambakan perbankan yang tidak saja sehat dan kuat, tapi juga berperan secara
efektif dan efisien dalam pembiayaan perekonomian. Terciptanya perbankan yang
sehat dan kuat di satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi
intermediasinya secara efektif dan efisien di sisi lainnya, bukanlah dua hal
yang dapat dipisahkan. Selain itu, industri perbankan perlu terus berbenah
untuk meningkatkan daya saing terutama dalam menghadapi tantangan yang sudah sangat
nyata di depan, yaitu perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Dengan memandang bahwa pengelolaan ekonomi makro kedepan
masih harus berhadapan dengan risiko global dan kompleksitas permasalahan
domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2012 akan
di arahkan dalam rangka:
- Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.
- Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.
- Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
- Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK).
- Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat
Pada tahun 2012, kebijakan moneter akan diarahkan dalam
rangka melanjutkan stabilisasi di sektor keuangan serta menjangkar BI Rate yang
konsisten dengan upaya mengoptimalkan stimulus pada perekonomian, namun dengan
tetap memperhatikan pencapaian sasaran inflasi.
Respon suku bunga akan diarahkan agar konsisten untuk
pencapaian sasaran inflasi IHK sebesar 4,5 persen ± 1 persen pada tahun 2012
dan 2013, sekaligus untuk menjaga momentum penguatan ekonomi dan memitigasi
risiko dari perlambatan ekonomi global. Kebijakan suku bunga ini akan
dilengkapi dengan kebijakan makro prudensial, untuk memitigasi risiko
kerentanan pada sektor-sektor konsumtif yang pertumbuhannya tidak sustainable
atau berpotensi mengalami pengelembungan harga aset (asset bubble).
Strategi operasi kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk
menjaga kestabilan suku bunga di pasar uang rupiah, mendukung stabilitas nilai
tukar, dan memelihara stabilitas pasar keuangan. Bentuk stabilitas tersebut
perlu memberikan ruang yang lebih luas bagi pendalaman pasar keuangan nasional.
Oleh karena itu, operasi moneter akan bertumpu pada
instrumen-instrumen yang secara langsung dapat menghidupkan aktifitas transaksi
di pasar uang seperti, transaksi pasar uang rupiah antar bank (PUAB),
Repurchase Agreement (Repo) dan swap. Dengan demikian, ini akan mendorong
pengelolaan likuiditas perbankan secara lebih sehat dan efisien. Bank Indonesia
juga melihat perlunya langkah-langkah untuk melanjutkan proses ‘re-alignment’
struktur suku bunga di pasar keuangan melalui berbagai penyempurnaan dalam
mekanisme operasi pasar terbuka (OPT).
Kebijakan Bank Indonesia di nilai tukar akan tetap diarahkan
untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan memperhatikan pencapaian
keseimbangan internal dan eksternal perekonomian, serta memberikan kepastian
bagi seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilai
tukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa
hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestik. Bank
Indonesia juga tengah me-review ketentuan-ketentuan untuk memperkaya instrument
di pasar valas dalam rangka menghidupkan transaksi lindung nilai (hedging).
Berdasarkan uraian di atas maka
saya mengangkat sebuah judul karya tulis ilmiah tentang “Kebijakan Penurunan
Suku Bunga dan Pertumbuhan Kredit Perbankan”
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
Penurunan Suku Bunga terhadap Perbankan ?
2. Bagaimana
Pertumbuhan Kredit Perbankan setelah Suku Bunga turun
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
mengetahui penurunan suku bunga terhadap Perbankan.
2. Untuk
mengetahui pertumbuhan kredit Perbankan setelah Suku Bunga Turun.
D. MANFAAT
PENULISAN
Dapat memahami
Penurunan Suku Bunga terhadap Perbankan dan dampak yang diberikan terhadap
Pertumbuhan Kredit Perbankan.
BAB II
PEMBAHASAN
Walau masih di
awal tahun, industri perbankan Indonesia sudah langsung tancap gas dalam
menggenjot pertumbuhan penyaluran kredit mereka. Dapat terlihat pada Statistik
Perbankan Indonesia per Januari 2012 jumlah kredit yang dikucurkan perbankan
mengalami kenaikan. Per akhir Januari 2012, Bank Indonesia mencatat kucuran
kredit perbankan tumbuh 23,7% dalam setahun menjadi Rp 2159,8 triliun, dengan
pertumbuhan kredit investasi mencapai 38,1%.
Bank Indonesia
(BI) mencatat pertumbuhan kucuran kredit dalam setahun mencapai 23,7% di akhir
Januari 2012, mencapai Rp2.159,8 triliun. Kenaikan dari posisi akhir Januari
2011 sebesar Rp1.746 triliun. Kenaikan ini berbeda dari tren kredit di awal
tahun yang cenderung melambat. Hal ini mencerminkan membaiknya peran
intermediasi perbankan sebagai jasa perantara keuangan. Dari jenis kredit,
pertumbuhan kredit investasi mencapai 38,1% dalam setahun, kredit modal kerja
tumbuh 20,2%, dan kredit konsumsi naik 20,3%.
Penyaluran
kredit pada sektor produktif terus meningkat. Peningkatan terutama terlihat
pada sektor industri pengolahan, pertanian, perdagangan, dan jasa dunia usaha
masing-masing sebesar 27,9%, 25,7%, 21,1%, dan 27%.
Menurut data
Statistik Perbankan Indonesia, jumlah kredit investasi yang dikucurkan bank
naik menjadi Rp 472,48 triliun. Naik jika dibandingkan posisi akhir Januari 2011
sebesar Rp 342,13 triliun.
Kredit modal
kerja menjadi Rp1.027,85 triliun dari Rp855,12 triliun. Sementara kredit
konsumsi menjadi Rp660,15 triliun dari Rp548,75 triliun. Isu kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ternyata tidak banyak berpengaruh pada
permintaan kredit dari masyarakat. Selama daya beli masyarakat terjaga dan
kondisi ekonomi cukup baik maka bank tetap dapat meningkatkan pemberian
kreditnya kepada masyarakat.
Pertumbuhan
kredit ini, menurut Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, sesuai dengan
rencana bisnis bank yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 24%. Kredit lebih
banyak dipengaruhi oleh situasi perekonomian dunia, jika perekonomian dunia
melambat, maka pertumbuhan kredit pun melambat.
Tingginya
pertumbuhan kredit ini terutama dipicu oleh masih tingginya permintaan kredit
dari masyarakat sebagai sumber pembiayaan ekonomi yang utama, meningkatnya
kegiatan ekonomi terutama investasi, dan penurunan tingkat suku bunga.
Menurut BI,
kondisi ini seiring dengan meningkatnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto di
tiap sektor pada tahun 2011 dan prospek pertumbuhan ekonomi yang positif.
Peningkatan jumlah kredit ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
perekonomian
Kendati suku
bunga acuan (BI Rate) saat ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah,
pertumbuhan kredit perbankan tahun ini tidak akan melonjak tinggi.
Diperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini 24-25 persen, tidak
berbeda jauh dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2011 yang mencapai 24,6
persen.
Ada dua hal
yang menyebabkan pertumbuhan kredit tertahan. Sebagaimana dikemukakan ekonom
Standard Chartered, Eric Sugandi, kepada Kompas, inflasi yang diprediksi
meningkat tahun ini menjadi penyebab. ”Dengan tekanan inflasi yang cukup besar,
masyarakat akan memilih membeli kebutuhan utama lebih dulu, seperti makanan,”
kata Eric, di Jakarta, Minggu (25/3).
Inflasi itu,
antara lain, akibat perubahan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Bank Indonesia (BI) bahkan sudah memperkirakan inflasi sebesar 6,8-7,1 persen
apabila premium dinaikkan harganya sebesar Rp 1.500-Rp 2.000 per liter.
Meskipun BI
meyakini dampak kenaikan harga BBM bersubsidi itu cukup terbatas, yakni hanya
sekitar tiga bulan, angka inflasi itu dapat menembus target BI. Tahun 2012, BI
menargetkan inflasi sebesar 3,5-5,5 persen.
Penyebab lain
tertahannya kredit perbankan adalah kebijakan BI yang baru saja diterbitkan,
yakni uang muka minimum untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor secara
kredit. Pembelian rumah dengan luas di atas 70 meter persegi harus menyediakan
uang muka minimum 30 persen dari harga rumah. Untuk membeli kendaraan bermotor
roda dua harus menyediakan uang muka minimum 25 persen dan kendaraan bermotor
roda empat menyediakan uang muka 30 persen dari harga kendaraan.
Menurut Eric,
tanpa dua hal tersebut, yaitu inflasi yang melonjak serta aturan kredit rumah
dan kendaraan bermotor, semestinya kredit perbankan bisa tumbuh 27-30 persen
pada tahun ini. Akan tetapi, kredit perbankan tidak terlalu tertekan
pertumbuhannya, karena suku bunga acuan yang masih cukup rendah, sehingga masih
dapat tumbuh 24-25 persen pada tahun ini.
Manager Analyst
Financial Institution ICRA Indonesia Kreshna D Armand menyebutkan, kredit
perbankan akan tumbuh 20-23 persen pada tahun 2012. Angka ini justru lebih
rendah dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan kredit tahun 2011.
Menurut
Kreshna, tahun 2012 merupakan tahun tantangan bagi bank untuk menyiapkan
skenario menghadapi kondisi ekonomi global yang tidak terlalu baik. Di
Indonesia, tantangan itu berupa rencana pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi pada triwulan II tahun 2012 yang akan memicu inflasi serta aturan
minimum uang muka kendaraan dan rumah. Total kredit perbankan per akhir
Desember 2011 sebesar Rp 2.200 triliun, dengan pertumbuhan kredit 24,6 persen.
Angka pertumbuhan kredit ini melampaui perkiraan ICRA Indonesia, yakni 23,5
persen.
Kredit dalam
bentuk valuta asing per akhir tahun 2011 sebesar Rp 361,142 triliun, meningkat
32 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang mencapai Rp 273,438
triliun. Kredit dalam bentuk rupiah tercatat Rp 1.838 triliun, tumbuh 23,2
persen dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang sebesar Rp 1.492 triliun.
Menurut
Kreshna, secara komposisi, rupiah memang masih mendominasi kredit perbankan,
yakni 83,6 persen dari total kredit tahun 2011. Akan tetapi, porsi kredit
rupiah ini turun dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2010 yang mencapai 87,8
persen.
Seiring dengan
tren penurunan suku bunga kredit perbankan, penyaluran kredit mengalami peningkatan
dibandingkan bulan Februari. Tingkat suku bunga perbankan pada periode bulan
maret tercatat sebesar 11,69% lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
tingkat suku bunga pada kurun waktu 2 tahun terakhir yang tercatat sebesar
12,05%. Pada bulan Februari 2012, nilai nominal penyaluran kredit sebesar Rp
106,04 triliun, meningkat 0,92% atau 16,46%.
Share perbankan
konvensional sebesar 95,31% dan share perbankan syariah terhadap total
kredit/pembiayaan adalah 4,69%. Selain itu, fungsi intermediasi perbankan
syariah tercatat tumbuh sebesar 8,75% . Dalam siaran pers KBI Regional Sumut – NAD, yang diterima hari ini (1/4), kualitas kredit
perbankan masih terjaga dengan baik yang terlihat dari rasio gross non
performing loans (NPLs) yang di posisi Februari 2012 tercatat hanya sebesar
2,32%. Sementara itu, LDR perbankan Sumut pada bulan Februari 2012 tercatat
sebesar 82,81%.
Sementara itu,
dukungan kredit perbankan terhadap sektor-sektor ekonomi di Sumatera Utara masih menunjukkan peningkatan
terutama untuk sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang mengalami
peningkatan tertinggi sebesar 4,57%.
Hal ini
menunjukkan masih tingginya kinerja sektor-sektor ekonomi utama di Sumatera
Utara. Merupakan rata-rata tingkat suku bunga kredit perbankan periode Februari
2010 – Februari 2012. Transaksi RTGS di Sumut bulan Februari 2012 mengalami
penurunan sebesar Rp 785 miliar atau 1,48% dibandingkan dengan transaksi bulan
Januari 2012 yang tercatat sebesar Rp 53,11 triliun.
Transaksi RTGS
di Sumut pada bulan Februari 2012 tercatat sebesar Rp 52,32 triliun dengan
volume transaksi sejumlah 69.565 transaksi. Transaksi transfer masuk dari luar
Sumatera Utara tercatat sebesar Rp24,21 triliun, lebih besar daripada transfer
keluar dari Sumatera Utara yang tercatat sebesar Rp 19,11 triliun.
Sementara
transfer yang terjadi dalam wilayah Sumatera Utara sendiri tercatat sebesar Rp
8,99 triliun. Porsi transaksi terbesar terjadi di Kota Medan dengan total nilai
transaksi sebesar Rp 48,84 triliun atau 93,34% dari total transaksi RTGS di
Sumatera Utara.
Nilai transaksi
kliring pada bulan Februari 2012 mengalami penurunan sebesar Rp 111,4 miliar
atau menurun 0,94% dibandingkan dengan transaksi bulan Januari 2012 yang
tercatat sebesar Rp 11,82 triliun. Nilai transaksi kliring pada Februari 2012
sebesar Rp 11,71 triliun dengan volume transaksi sebanyak 370.847 warkat.
Sementara itu,
kliring retur pada Februari 2012 mengalami penurunan sebesar 13,18% menjadi Rp
148,09 miliar. Berdasarkan volumenya, kliring retur mengalami penurunan 7,88 %
dari 6.488 warkat menjadi 5.977 warkat.
Sedangkan,
jumlah penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong mengalami penurunan pada
Februari 2012. Nilai penolakan cek/BG kosong bulan Februari 2012 tercatat sebesar
Rp 118,33 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 4.868. Angka ini menurun
dibandingkan bulan Januari 2012 yang tercatat sebesar Rp140,86 miliar dengan
warkat sebanyak 5.300.
Trend
rendahnya tingkat inflasi dan penurunan suku bunga induk (BI-rate) hingga
level 5,75% pada awal maret 2012 (terendah sejak pemberlakuan
suku bunga induk) oleh Bank Indonesia, seharusnya dapat menjadi berita gembira
untuk semua kalangan seperti pengusaha, debitur kredit pemilikan rumah (KPR)
dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena diharapkan kebijakan bank sentral
ini akan diikuti dengan penurunan bunga kredit bank.
Seperti yang
kita ketahui, bunga kredit memang sudah mulai turun. Besarannya bervariasi,
mulai dari 11% hingga 14%. Bahkan untuk kredit consumer dalam
bentuk KPR, bunganya mulai mengarah ke arah single digit. Ada beberapa
bank yang menerapkan KPR hingga 8% untuk fiks tiga tahun.
Bunga kredit
komersial memang belum turun signifikan, kalau pun ada besarannya hanya di
bawah satu persen, belum memenuhi harapan sejumlah kalangan seperti pelaku
usaha kecil dan menengah (UKM). Itu pun perlu menunggu sekitar dua atau tiga
bulan setelah penurunan bunga acuan diumumkan BI. Sementara berbagai kalangan
menyatakan bahwa bunga kredit yang wajar adalah dua atau tiga persen di atas BI
rate. Namun, jangan khawatir dulu, penurunan suku bunga itu jelas sangat
terbuka luas.
Fenomena ini
memberikan sinyal positif penurunan suku bunga dana dan kredit, karena salah
satu faktor yang di anut oleh Indonesia dalam menentukan suku bunga bank ialah
BI rate. Dengan demikian, penurunan bunga dana dan kredit adalah
sebuah kemungkinan, walaupun masih ada faktor lain yang mempengaruhi suku bunga
bank, selain BI rate.
BI rate
turun membuat suku bunga simpanan juga turun. Dalam beberapa hal, kondisi ini
mengkhawatirkan lantaran dapat memicu berkurangnya nilai simpanan yang dimiliki
oleh bank dalam menggalang dana. Apabila bunga deposito turun maka biaya dana
atau cost of fund akan turun juga, sehingga tidak ada alasan perbankan
untuk menurunkan suku bunga kreditnya, artinya dana akan tetap mahal, cost
of fund akan tetap mahal.
Suku bunga
pinjaman sangat tergantung pada suku bunga dana, kalau suku bunga dana tidak
bisa di turunkan, otomatis suku bunga kredit tidak bisa diturunkan, karena
perebutan dananya semakin sulit. Hal ini terjadi karena orang yang mempunyai
uang makin mengurangi deposito dan mengalihkan dananya ke reksa dana, karena
reksa dana memberikan yield yang tinggi selama tiga tahun terakhir
seperti yang dikatakan Ekonom INDEF Aviliani
Bankir pun
berupaya membendung keluarnya dana masyarakat ini dengan iming-iming suku bunga
deposito tinggi untuk menggalang dana. Inilah awal dari sulitnya menurunkan
suku bunga deposito bank belakangan ini. Jadi, untuk menurunkan suku bunga
kredit, tidaklah semudah dan seindah yang dibayangkan banyak pihak. Begitu
banyaknya faktor yang perlu bersinergi untuk menurunkan bunga kredit, dengan
bunga penjaminan turun, maka bank akan menurunkan bunga simpanan atau deposito
yang artinya akan mengurangi nilai simpanan.
Barangkali
patut disimak pendapat Gubernur BI Darmin Nasution tentang keterkaitan antara
penurunan BI rate dengan bunga kredit. Darmin Nasution menyatakan
bahwa penurunan itu tidak otomatis akan diikuti penurunan suku bunga dasar
kredit perbankan. Penurunan bunga kredit juga masih harus mempertimbangkan
pengumpulan dana pihak ketiga, pertumbuhan kredit dan target laba. Bagaimana
mungkin bank menurunkan bunga kredit jika akhirnya dikhawatirkan kinerja mereka
di bursa memburuk, yang ditandai dengan kecilnya laba yang diperoleh, sehingga
akan menurunkan nilai harga sahamnya di bursa efek.
Suku bunga BI
maupun suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah rujukan
tapi tingkat suku bunga ditentukan pasar dan pasar tidak bisa dikontrol. LPS
sudah tidak lagi menggunakan BI rate sebagai patokan karena bunga yang
efektif digunakan di pasar oleh perbankan adalah bunga operasi moneter BI
seperti discount facility dan term deposit overnight sebesar 3,75
persen
Barangkali
penurunan bunga kredit ini masih berproses dan membutuhkan dukungan sejumlah
pihak, termasuk masyarakat. Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan yang
mendorong peningkatan investasi dan perkembangan dunia usaha, sehingga pangsa
pasar perbankan nasional terus bertumbuh.
Banyaknya
dana-dana masuk dari luar negeri/hot money yang berdampak pada
bergairahnya harga-harga saham (IHSG), digunakan sebagai momentum untuk
menurunkan suku bunga bank. Terlebih di tengah-tengah tingkat inflasi tahunan
yang hanya 4%, semestinya akan memacu perbankan untuk segera menurunkan suku
bunga dana dan gilirannya berdampak pada penurunan bunga kredit.
Dalam setahunan dari
minggu keempat April 2011 sampai minggu keempat April 2012, Bank Indonesia
mencatat kredit perbankan tumbuh 26%. Paulus Yoga Bandung–Bank
Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit industri perbankan mencapai 26%
sampai posisi minggu keempat April 2012. Bank sentral melihat pertumbuhan
kredit secara keseluruhan didorong oelh pertumbuhan kredit investasi dan kredit
modal kerja.
Deputi Gubernur
BI Halim Alamsyah menuturkan bahwa Permintaan domestik masih sangat kuat, di
minggu kempat April, kredit tumbuh 26%. Ini lebih tinggi dari yang di duga
sekitar 23-24%. Beliau menjelaskan bahwa dari tren beberapa bulan terakhir,
pertumbuhan kucuran kredit investasi dan kredit modal kerja jauh lebih cepat
dibanding pertumbuhan kredit konsumsi. Kredit masih didorong oleh kredit modal
kerja dan investasi. Kredit konsumsi agak sedikit melambatlah. Komposisi ini
cukup sehat.
Masih besarnya
permintaan kredit menunjukkan kegiatan ekonomi di dalam negeri masih cukup
baik. Selama tahun 2012 sendiri, BI memprediksi pertumbuhan kredit masih di
level 24-25% sesuai dengan rencana bisnis bank RBB).
Ini masih ada
beberapa ketidakpastian, tergantung respon pemerintah terhadap BBM (bahan bakar
minyak). Asumsi kalau kondisi seperti sekarang, perbankan bisa tumbuh 24-25%.
Perbankan cenderung menggunakan RBB sebagai landasan untuk ekspansi.
Data terakhir
bank sentral yang berhasil dihimpun Infobanknews.com, mencatat
dalam setahunan dari Februari 2011 sampai Februari 2012, kredit perbankan naik
24,2%, dengan pertumbuhan terbesar ada pada kredit investasi yang mencapai
33,2%, disusul kredit modal kerja dan kredit konsumsi yang masing-masing tumbuh
23,4% dan 19,6%.
Menurut Halim, jika pergerakan ekonomi tetap stabil seperti
kondisi sekarang maka diperkirakan pertumbuhan kredit perbankan hingga akhir
tahun akan berkisar 24%-25% atau sesuai dengan rencana bisnis bank di 2012.
Mengenai pertumbuhan ekonomi kwartal I yang dilaporkan BPS
sebesar 6,3%, Halim mengatakan penurunan ini lebih disebabkan melemahnya
perekonomian global akibat krisis keuangan Eropa yang belum terselesaikan. Sementara
untuk kwartal kedua, Halim memperkirakan pertumbuhan masih bisa tumbuh sekitar
6,3%-6,5% tergantung kebijakan Pemerintah mengenai harga BBM bersubsdi.
Akhir tahun juga sekitar itu, tergantung respon pemerintah
atas kebijakan BBM, sebab kalau dinaikkan, inflasi akan lebih tinggi dan bisa
menekan masyarakat penghasilan tetap yang daya belinya akan menurun, namun kalau
pemerintah bisa memberikan stimulus bisa kita pertahankan di 6,3%-6,5%.
Mengenai kemungkinan naiknya ekspektasi inflasi akibat belum jelasnya kebijakan
harga BBM, Halim mengatakan BI sudah menaikkan suku bunga instrumen moneter
jangka waktu 3 - 9 bulan.
Sepanjang itu memungkinkan akan kita lakukan, instrumen
moneter seperti deposito fasility dan term deposit, suku bunganya sudah
bergerak naik.
Menurutnya, pengendalian inflasi ini
perlu dijaga konsisten dengan berbagai opsi yang ada, apakah itu melihat
likuiditas atau menaikkan suku bunga moneter supaya pasar lebih yakin jangan
sampai ekspektasi inflasi tidak terkendali. Sebelumnya, BI mencatat stabilitas
sistem perbankan tetap terjaga dan disertai dengan fungsi intermediasi yang
semakin baik dalam mendukung pembiayaan perekonomian. Industri perbankan
menunjukkan kinerja yang semakin solid sebagaimana tercermin pada tingginya
rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas
patokan minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing
Loan) gross di bawah 5%.
Sementara itu, intermediasi perbankan juga terus membaik,
tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir Februari 2012 mencapai
24,2% (yoy). Kredit investasi tumbuh cukup tinggi, sebesar 33,2% dan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
perekonomian. Sedangkan, kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing
tumbuh sebesar 23,4% dan 19,6%
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Seiring dengan tren penurunan suku bunga kredit perbankan, penyaluran kredit mengalami peningkatan
dibandingkan bulan Februari. Tingkat suku bunga perbankan pada periode bulan
maret tercatat sebesar 11,69% lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
tingkat suku bunga pada kurun waktu 2 tahun terakhir yang tercatat sebesar
12,05%. Pada bulan Februari 2012, nilai nominal penyaluran kredit sebesar Rp
106,04 triliun, meningkat 0,92% atau 16,46%.
Tingginya pertumbuhan kredit terutama dipicu oleh masih tingginya
permintaan kredit dari masyarakat sebagai sumber pembiayaan ekonomi yang utama,
meningkatnya kegiatan ekonomi terutama investasi, dan penurunan tingkat suku
bunga.
Menurut BI,
kondisi ini seiring dengan meningkatnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto di
tiap sektor pada tahun 2011 dan prospek pertumbuhan ekonomi yang positif.
Peningkatan jumlah kredit ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
perekonomian
Kendati suku
bunga acuan (BI Rate) saat ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah,
pertumbuhan kredit perbankan tahun ini tidak akan melonjak tinggi.
Diperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini 24-25 persen, tidak
berbeda jauh dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2011 yang mencapai 24,6
persen.
B.
SARAN
Seperti
itulah kiranya penjelasan yang saya tulis untuk dishare ke khalayak
luas berdasarkan fakta-fakta yang saya dapatkan. Diharapkan jika suatu saat
nanti BI kembali mengumumkan penurunan BI rate, maka semua kalangan
seperti pengusaha kecil dan menengah, debitur kredit pemilikan rumah (KPR) dan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) diharapkan bisa merasa gembira karena kebijakan bank
sentral akan diikuti dengan penurunan bunga kredit bank dan akses peminjaman
yang cepat dan mudah sehingga dapat meningkatkan dunia usaha di Indonesia,
mungkin harapan ini tidak hanya harapan saya semata tetapi harapan semua
masyarakat
Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/03/26/02562822/Kredit.Perbankan.Tertekan.Inflasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar